Imajinasi Elon Musk

Pagi-pagi saya membaca tulisan Bung Yusran; sungguh menyenangkan. Lelaki gagah asal Buton ini terlampau renyah tulisannya. Di Makassar, namanya harum seperti bunga mawar. Dikalangan perempuan; seharum itu? Entah. Tapi kalau dipikir-pikir, pria yang mengaku sebagai pelatih kucing ini; hmm-- tidak salah, banyak idolanya. Anak-anak milenial apalagi.

 

Dalam tulisan baru Bung Yusran di facebook, ia menginformasikan sedang membaca biografi  Elon Musk. Salah satu manusia terkaya di bumi. Empunya Tesla; mobil listrik yang pernah jadi kebanggaan Bung Dahlan Iskan-- semasa Blio jadi Menteri. Itu sudah lama. Barangkali juga sudah dilupa. Atau juga barangkali kita yang mencibirnya dulu telah tobat dan berubah.

 

Oke kembali laptop, poin yang disampaikan Bung Yusran, soal imajinasi Elon Musk. Sejujurnya, saya belum membaca biografi si Elon ini. Tapi ada yang menarik dari telusuran Bung Yusran. Konon katanya, Elon ini menghabiskan waktu sepuluh jam sehari untuk membaca. Wow; melotot saya membacanya.

 

Sepuluh jam? Dalam sehari? Itu berarti hampir setengah waktunya dalam sehari semalam hanya untuk membaca buku. Ngeri-ngeri sedap. Dibandingkan dengan saya, itu tidak ada apa-apanya. Saya merasa seperti debu. Lalu menempel distelan jas Elon ketika mengendarai Tesla digemerlapnya kota-kota di Amerika Serikat. Kecil dan mudah terhempaskan.

 

Fakta lain yang diungkap Bung Yusran, rupanya si Elon ini sangat menyukai Lord of The Ring. Wah wah itu bukan karya sembarang. Lahir dari keterasingan penulisnya; J.R Tolkien. Seorang alumni perang. Kemudian menjadi pendiam dan lebih banyak menghabiskan waktu sendirian. Eh tidak sendirian tapi bersama kertas dan mesin ketik. Tolkien mengaktifkan imajinasinya. Pengalaman buruk selama perang dijadikan inspirasi menulis novel. Dan lahirlah karya itu; LOTR.

 

Saya menduga seperti halnya Bung Yusran, Elon itu memang pengembara waktu melalui imajinasinya. Bisa jadi, sehabis membaca karya Tolkien itu, ia lalu mengimajinasikan Tesla. Sebuah mobil tidak pakai BBM; notabene merusak dan tidak sehat. Dan Elon tidak berhenti disitu saja. Ia bergerak. Seperti kata Lao Tzu; perjalanan panjang dimulai dari langkah pertama.

 

Lihatlah bagaimana imajinasi dan gerak cepat Elon. Ketika terjebak macet pada tahun 2016, ia kemudian langsung terinspirasi membuat perusahaan. Namanya The Boring Company. Perusahaan ini bergerak dibidang konstruksi terowongan. Berbasis di Amerika Serikat. Mengesankan. Jika dipikir; ini gila sih. Tapi itulah Elon.

 

Kita di sini; Indonesia. Jika macet, hanya menggerutu. Apalagi macet karena demo. Otak serasa panas. Elon tidak, ia dingin dan ting; jadilah sebuah perusahaan. Elon kan manusia, lah kita juga manusia. Sama saja. Tapi apa bedanya. Sederhana; kita hanya fokus pada pengelolaan indra. Jika bertanya, hanya itu? Maka jawabannya, iya hanya itu.

 

Elon mengelola indra dengan tepat. Sedangkan kebanyakan dari kita tidak.

 

Ketika indra mata Elon melihat kemacetan. Imajinasinya bergerak cepat. Lebih cepat dari kecepatan internet 5G; barangkali. Elon langsung terpikirkan terowongan; jadilah perusahaan. Kenapa imajinasinya segitu cepatnya? Ya karena Elon menyisihkan waktu membaca; sepuluh jam dari sehari semalam. Itu gila.

 

Sedangkan indra kita; aduh malu saya jelaskannya. Jika melihat macet, emosi dikedepankan. “Lagi-lagi demo”. Atau alasan lainnya. Karena emosi, olah otak mengaktifkan DNA negatif. Jadinya, yah mengeluh dan mengeluh. Soal ini, lebih keren dibahas lebih jauh oleh Kazuo Murakami. Judul bukunya juga keren; The Devine Message Of The DNA --Tuhan Dalam Gen Kita.

 

“Fiksi mengaktifkan imajinasi” kata Rocky Gerung. Tapi Elon lebih dari itu. Keaktifan membaca sepuluh jam sehari semalam membuatnya “liar”. Bacaan-bacaannya; fiksi atau non-fiksi, membuatnya mengaktifkan imajinasi. Dari situ, Elon bergerak. Ia memulai segala sesuatunya. Maka jadilah seperti hari ini; seorang manusia kaya raya.

 

Dan Bung Yusran mengingatkan kita soal itu.

 

“Betapa tidak, kita jarang melihat anak-anak menggemari fantasi sehingga terbawa mimpi. Orang tua pun tidak membekali anaknya dengan berbagai dongeng, hikayat, hingga fantasi. Kita mengajari anak kita dengan hafalan. Cukup fasih menghafal lembar demi lembar, kita sudah puas”.

 

Dua pekan lalu, saya balik ke Kabupaten Bone. Bertemu dengan Bapak dan Ibu. Ada peristiwa menarik. Tepatnya, sebelum makan. Hidangannya hanya udang tumis manis dan ikan teri. Bapak mengambil ikan teri lalu berdakwah.

 

“Kalau ada uang, makanlah yang enak-enak. Seperti yang selama ini saya lakukan. Jangan simpan uangmu; uang akan berguna jika kau belanjakan, apalagi kalau kau sudah punya anak. Berilah makan anak-anakmu dengan makanan-makanan enak. Kelak jika anakmu sudah besar, maka yang diingat adalah makanan enak itu. Karena itu, dia akan bekerja keras untuk mencari uang. Lalu akan memberikan makanan enak kepada anaknya; cucumu makan enak jadinya, begitu seterusnya”

 

#akumencintaimu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Don’t Stop Komandan

Fahri Hamzah Bukti Demokrasi Telah Mati

Mau Enaknya, Tidak Mau Anaknya