Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2023

Akademi HAM Makassar

Gambar
Jika ingin serius dalam belajar. Akan selalu ada saja jalannya. Dan kadang tiba-tiba, begitu saja terjadi. Pun sekali-sekali tidak terduga datangnya --datang dari orang yang tidak kita kenal. Sama seperti tahun 2015 itu. Tahun dimana saya haus-hausnya akan belajar. Bahkan, kini pun bisa dikata begitu. Tapi sejujurnya, tahun itu adalah tahun segalanya dimulai. Saya senang berkenalan dengan orang baru. Siapapun dia dan bagaimana pun latar belakangnya. Terpenting bagi saya adalah saling berbagi pengalaman. Dan itu adalah pelajaran yang sangat berharga. Selain karena saya dapat belajar banyak dari pengalaman orang baru itu. Juga tentu saja saya dapat curi-curi ilmu. Dan dengan tanpa memandang siapa dan latar belakangnya, maka jadilah saya banyak perspektif. Dan, ya, itu sangat berharga. Tahun 2018, ketika saya sudah mulai bekerja sebagai jurnalis. Saya aktif pada berbagai diskusi. Pelaksananya tidak penting; mahasiswa, NGO, pemerintah dan siapa saja. Saya datang dengan semangat; mend

Mengoreksi Pramodya Ananta Toer

Gambar
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian,” Pramoedya Ananta Toer.   Kalimat Pram di atas itu menghentak saya tahun 2015. Tahun, dimana saya memaksa diri untuk terus membaca. Dasarnya, saya memang suka membaca. Tapi, tidak se-intens di tahun 2015 itu hingga sekarang. Di tahun itu pula saya belajar menulis. Topiknya apa saja yang saya pikirkan. Lalu, membaca dan menulis ini membawa saya pada pekerjaan. Ya, sebagai jurnalis. Memulainya juga tidak mudah. Sebab dulu, kata banyak orang, saya memulai dari media yang abal-abal --tidak legal. Tapi, bagi saya itu buka soal. Pokok pikirannya, belajar. Bukankah belajar itu dapat dimana saja tanpa harus melihat legal dan tidak legalnya. Toh, dari sanalah semuanya dimulai hingga saya berada dititik ini. Maka utang jasa orang kepada saya, sangat banyak. Saya tidak dapat menghitungnya. Untuk membalasnya, hanya satu yang bisa saya

Mau Enaknya, Tidak Mau Anaknya

Gambar
Tidak ada anak yang minta dilahirkan. Kupikir kalimat pendek ini jadi peringatan tegas. Tapi, kadang tidak menjadi bagian dari prinsip banyak orang. Yang ada dan umum kita dengar hanya prosesnya. Bahasa kasarnya “anu enak ini bos” --mau enaknya, tidak mau anaknya. Jika sudah begitu, lepaslah tanggungjawab itu. Dalam perjalanan bus ke Toraja, Minggu 24 September malam. Saya ingin bercerita dengan sesama penumpang di samping saya-- seperti yang sering saya lakukan sebelum-sebelumnya. Tapi, rasanya itu sulit. Seorang yang disamping saya itu barangkali umurnya masih belasan. Sibuk pula video call dengan seorang perempuan. Barangkali, itu pacarnya. Perkiraan saya, telah beberapa lama menjaling hubungan jarak jauh alias LDR. Jadilah saya saksi kalimat-kalimat manja dan menggemaskan itu. Maka tidak ada alternatif lain selain daripada membuka sosmed di handphone. Lalu, saya melanjutkan membuka beberapa group WA. Dalam sebuah group orang Sinjai yang diperantauan. Saya mendapati sebuah link beri

Kebetulan, Sains dan Ojol

Gambar
Tidak ada yang kebetulan. Beberapa orang percaya kalimat pendek ini. Diantara beberapa orang itu, saya bisa dikata salah satu diantaranya. Kebetulan bukan hukum yang pasti. Maksudnya, kebetulan tidak dapat dibuktikan bahwa kebetulan itu memang hanya kebetulan. Ada ruang yang kosong disitu dan ruang kososng itu sangat mendasar yakni pembuktian dan virifikasi. Jika kita kebetulan bertemu teman lama di jalan raya ketika sedang berkendara. Itu bukan kebetulan tapi itu adalah sesuatu yang telah terencana secara hukum alam. Dalam bahasa sains, itu adalah hukum ukur mengukur. Anggaplah teman tinggal disebuah perumahan di Gowa. Dan kamu tinggal di wilayah Maros. Titik pertemuan di pertigaan lampur merah Jalan AP. Pettarani dan Boulevard. Temanmu telah janjian bersama temannya yang lain di sebuah café di Jalan Boulevard. Sedang kamu dalam perjalanan ke Mall Panakkuang bersama keluargamu. Maka secara hukum dalam sains, pertemuan itu bukan sebuah kebetulan. Ia dapat diukur secara akurat ole

Mengenang Munir

Gambar
Di atas langit, Munir mengangkasa. Tepatnya diketinggian 40.000 kaki di atas Rumania. Pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-947 yang lepas landas tanggal 7 September 2004, resmi membawa satu jenasah menuju Amsterdam, Belanda, tujuan akhir Munir, yang sebenarnya ingin melanjutkan pendidikan Universitas Utrecht, lalu pulang ke tanah air bukan sebagai manusia yang tidak bernyawa. Munir lahir dari keluarga sederhana dari seorang Bapak bernama Said Thalib dan Ibu bernama Jamilah. Anak keenam dari tujuh bersaudara. Buyut Munir dari ibunya adalah keturanan Arab Hadhrami yang lahir di Singapura Umar Muhammad Thalib dan Salmah Said Bajerei. Munir sendiri lahir di Malang, Jawa Timur pada tanggal 8 Desember 1965. Sempat terlibat aktivis muslim ekstrim tapi kemudian berbalik menjadi tokoh yang sangat toleransi dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan, kadang juga berlawanan secara ekstrim untuk menegakkan kebenaran seperti berhadapan dengan kekuasaan, pemerintah, hi