Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2022

Kampus Sunyi, Mahasiswa Tuli

Gambar
Di Makassar, 11 Maret lalu. Ada sekolompok mahasiswa--lakukan demo. Menolak Pak Menko Perekonomian; Airlangga Hartarto. Dalam sejumlah dokumentasi--tidak banyak. Mungkin hanya puluhan. Atau juga belasan. Saya tidak dapat memastikan.   Demo itu bersamaan kegiatan Partai Golkar. Maka, ada desas desus. Berseliweran--kemana-mana dan dimana-mana. Juga di media sosial; ini menarik. Katanya; menurut isu itu, demo ditunggangi. Itu mungkin. Juga yang lain mungkin.   Apalagi, demo tidak sekali. Pak Menko bahkan diikuti. Hingga di titik kegiatan; Hotel Claro Makassar. Disitu, ada insiden kecil. Adu mulut. Mahasiswa; bentangkan spanduk. Bersama kader partai, sempat tegang. Dari adu mulut ke adu jotos--sekilas. Tidak begitu terlalu.   Mahasiswa lalu bubar. Ambyar. Tak tentu arah. Lalu ada isu. Insiden itu berbuntut laporan. Entah apa kelanjutannya. Kita tunggu. Barangkali ada episode selanjutnya. Jika perlu seperti sinetron Tersanjung. Sampai 8 series.   Sepengetahuan saya. Hanya

Berebut Ruang di Antang

Gambar
  Sekira dua bulan terakhir ini. Publik sangat hangat memperbincangkan Antang. Satu wilayah pinggiran di Kota Makassar. Berbatasan langsung dengan Kabupaten Maros di Utara. Juga berbatasan dengan Kabupaten Gowa di Selatan. Antang seperti halnya pinggiran kota pada umumnya-- kurang diperhatikan.   Warga sudah jauh hari mengeluhkan jalan rusak di Antang. Tapi, keluhan itu tidak bersambut baik. Pemerintah Provinsi sebagai yang paling berhak seperti abai. Dari berbagai sumber, pengabaian itu dikarenakan anggaran. Anggaran ini tidak serta merta dapat dipakai begitu saja-- wajar.   Maklum, administrasi pemerintah kadang-kadang adalah raja. Jika tidak melewati itu, anggaran yang keluar bisa dinilai pelanggaran. Sebab itu adalah salah satu bukti otentik pertanggujawaban. Meski kadang, administrasi dapat membunuh rakyat juga. Misalnya peristiwa di Kabuapten Bulukumba lalu.   Keluhan warga Antang bukan tanpa sebab. Jalan yang rusak itu sudah makan korban. Jumlahnya tidak sedikit. Sep

Imam Mahmud dan Ceramahnya

Gambar
Cerita ini bermula belasan tahun silam. Ketika bulan ramadhan. Seorang penceramah diundang. Mengisi ceramah di sebuah masjid kecil. Di kampung kami. Di bawah lereng Gunung Babara, Kabupaten Sinjai. Akses jalan masih belum mulus. Sebagian masih tanah. Meski beberapa titik sudah ditimbun batuan kecil.   Nama penceramah itu Pak Mahmud. Kebanyakan orang memanggilnya Imam Mahmud. Maaf jika salah ingat-- tolong dikoreksi. Bagi teman-teman yang mengenali. Beliau adalah seorang imam kelurahan. Di kampung. Jika mau ke rumahnya. Sangat mudah.   Semua orang, barangkali mengenalnya. Satu kampung. Satu kelurahan. Maka sulit rasanya akan tersesat. Jika ingin menemuinya. Rumahnya sangat sederhana. Tepatnya di sebuah jalan. Ke arah utara. Di belakang pasar lama Bikeru. Menuju sebuah kampung Buhung Tembo’.   Saya teringat kisah ini. Begitu nyaring dan renyah. Ketika seorang kawan di facebook. Tidak sengaja berkomentar. Tentang anjing-- asu dalam bahasa bugis. Blink-- begitu saja. Tentang

Sekolah Kolong Langit di Marbo

Gambar
Pendidikan adalah hal yang sangat urgent dalam sebuah negara, tak terkecuali di Indonesia. Sebab semua tentu tahu bahwa pendidikan merupakan salah satu indikator untuk memajukan sebuah negara dalam berbagai sektor. Pendidikan ialah nafas dalam menyonsong kesejahteraan seluruh rakyat.   Oleh karena itu, tidak salah jika pendidikan di Indonesia sangat tegas diatur dalam konstitusi yakni dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 31 ayat (1) yang berbunyi "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan".   Kemudian dilanjutkan dalam ayat (3) "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang".   Dua pasal dalam UUD 1945 di atas tentu sudah menggambarkan bahwa negara ini begitu menjamin terlaksananya pendidikan. Akan tetapi, kita juga tidak boleh menutup mata bahwa sejauh ini proses pelaksanaan

Rusdi Masse Revolusi Gerakan Politik NasDem

Gambar
  Tanah Sulawesi, tempatnya para pemberani lahir. Sejarah telah memberi banyak bukti. Dari perlawanan kepada penjajah seperti Sultan Hasanuddin. Penjelajah intelektual semacam Karaeng Pattingalloang. Negosiator ulung di dalam diri Jusuf Kalla. Hingga aktivis tulen disematkan kepada Rahman Tolleng.   Para tokoh itu menjadi patron tanah Sulawesi dimasanya. Rasa-rasanya mereka akan terus tumbuh dalam ingatan. Menjadi inspirasi anak-anak muda-- bergerak maju dan tumbuh menyonsong masa depan. Terutama mengejar masa depan cita-cita luhur bangsa pada sila kelima Pancasila.   Dan barangkali diantara anak muda itu, salah satunya adalah Rusdi Masse. Seorang yang merelakan diri untuk terbuang ke Jakarta. Jauh dari kampung halaman. Berjuang di tengah kerasnya kehidupan di Pelabuhan Tanjung Priok. Kisahnya berkali-kali saya dengar dari sejumlah teman.   Katanya, sulit dan bercucuran keringat. Seperti kata Rhoma Irama dalam lagunya “Perjuangan dan Doa”-- RMS begitu sapaan Rusdi Masse p

Si Anak Kampung Kini Berpulang

Gambar
Hari ini, kita berduka. Seorang guru bangsa telah berpulang-- Ahmad Syaafii Maarif. Mantan Ketua Umum Muhammadiyah itu berpulang usai dirawat di sebuah rumah sakit di Yogyakarta. Innalillahi wainnailaihi rojiun. Saya bersentuhan dengan pikiran Buya-- sapaan akrab Ahmad Syaafii Maarif ketika membaca sebuah novel. Ditulis dengan cukup apik oleh Damiem Dematra. Judulnya Si Anak Kampung-- ini saya dapati dipenjual buku murah beberapa tahun silam. Berkisah tentang masa kecil Buya. Judul itu sebenarnya sebutan yang sangat disukai Buya.   Musababnya karena tahu diri-- lahir di sebuah kampung di Desa Calau. Sebuah perkampungan yang sangat terpencil di Minangkabau, Sumatera Barat. Listrik baru masuk di wilayah ini tahun 2005. Buya lahir dari seorang bapak yang terpandang. Seorang kepala nagari.   Ibunya seorang dengan pengetahuan yang terbuka. Mendidik Buya kecil dengan sangat baik. Sayang, Ibu Buya berpulang cepat ketika usianya sekitar 2 tahun. Mau tidak mau Buya dirawat oleh tanten

Imajinasi Elon Musk

Gambar
Pagi-pagi saya membaca tulisan Bung Yusran; sungguh menyenangkan. Lelaki gagah asal Buton ini terlampau renyah tulisannya. Di Makassar, namanya harum seperti bunga mawar. Dikalangan perempuan; seharum itu? Entah. Tapi kalau dipikir-pikir, pria yang mengaku sebagai pelatih kucing ini; hmm-- tidak salah, banyak idolanya. Anak-anak milenial apalagi.   Dalam tulisan baru Bung Yusran di facebook, ia menginformasikan sedang membaca biografi  Elon Musk. Salah satu manusia terkaya di bumi. Empunya Tesla; mobil listrik yang pernah jadi kebanggaan Bung Dahlan Iskan-- semasa Blio jadi Menteri. Itu sudah lama. Barangkali juga sudah dilupa. Atau juga barangkali kita yang mencibirnya dulu telah tobat dan berubah.   Oke kembali laptop, poin yang disampaikan Bung Yusran, soal imajinasi Elon Musk. Sejujurnya, saya belum membaca biografi si Elon ini. Tapi ada yang menarik dari telusuran Bung Yusran. Konon katanya, Elon ini menghabiskan waktu sepuluh jam sehari untuk membaca. Wow; melotot saya me

Kedok Belanda Teliti Sejarah Indonesia

Gambar
Masih ingat kunjungan Raja Belanda Willem Alexander dan Ratu Maxima di Indonesia? Jika sudah lupa, kita ingatkan kembali-- kunjungan itu dilaksanakan tanggal 9-13 Maret 2020. Itu adalah kunjungan kenegaraan khusus.   Salah satunya misinya adalah melakukan permintaan maaf atas agresi militer Belanda pasca Indonesia mengumandangkan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.   Pada waktu itu, sejujurnya saya sangat respek atas sikap Belanda itu. Tapi akhir-akhir ini saya mulai ragu. Walau keraguan itu sudah terlambat. Sebab ada sejumlah orang yang mempertanyakan itu.   Salah satunya, kolumnis dan jurnalis; Rahadian Rundjan. Dalam sebuah kolom di DW Indonesia, Rahadian mempertanyakan ketulusan Belanda untuk meminta maaf-- patut dicurigai sebagai bagian pelarian pelanggaran HAM.   Permintaan maaf oleh Belanda memang aneh. Pasalnya pada tahun 1995 dan tahun 2000, Belanda juga pernah berniat melakukan hal yang sama. Tapi di dua waktu yang berbeda setengah dekade itu tidak dilakukan.