Sekolah Kolong Langit di Marbo
Pendidikan adalah hal yang sangat urgent dalam sebuah negara, tak
terkecuali di Indonesia. Sebab semua tentu tahu bahwa pendidikan merupakan
salah satu indikator untuk memajukan sebuah negara dalam berbagai sektor. Pendidikan
ialah nafas dalam menyonsong kesejahteraan seluruh rakyat.
Oleh karena itu, tidak salah jika pendidikan di Indonesia sangat tegas
diatur dalam konstitusi yakni dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 31
ayat (1) yang berbunyi "Setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan".
Kemudian dilanjutkan dalam ayat (3) "Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
diatur dengan undang-undang".
Dua pasal dalam UUD 1945 di atas tentu sudah menggambarkan bahwa negara
ini begitu menjamin terlaksananya pendidikan. Akan tetapi, kita juga tidak
boleh menutup mata bahwa sejauh ini proses pelaksanaan pendidikan mulai dari
tingkat dasar hingga perguruan tinggi masih diselimuti sejumlah persoalan.
Berbagai persoalan terus datang menerpa dunia pendidikan di Indonesia.
Mulai dari tantangan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) seperti guru dan
tenaga kependidikan, hingga persoalan teknis seperti pemerataan sarana dan
prasarana.
Apalagi, negara yang kita cintai ini merupakan salah satu negara dengan
luas wilayah yang cukup besar yang terdiri atas 17.500 pulau. Kupikir ini
adalah tantangan yang sangat luar biasa bagi pemerintah pusat maupun daerah
untuk menjangkau anak usia sekolah.
Masalah lain yang kini muncul adalah terjadinya kekerasan dalam dunia
pendidikan. Baik itu yang dilakukan oleh oknum guru terhadap siswa maupun
sebaliknya. Kupikir masalah yang satu ini cukup krusial ditengah reformasi
pendidikan yang terus digalakkan oleh pemerintah.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, kekerasan yang terjadi di sekolah
cukup memprihatinkan. Bahkan, diawal Februari lalu, terjadi pembunuhan yang
dilakukan oleh seorang murid kepada gurunya yang cukup memilukan dalam dunia
pendidikan tanah air.
Kupikir diatas adalah beberapa masalah yang sedang menggerogoti dunia
pendidikan kita. Untuk itu, kita sebagai warga negara akan memilih untuk
terlibat dalam memberikan solusi atau hanya berada diluar garis untuk
memberikan kritik terhadap pemerintah.
Pilihan dan jawaban itu kini menjadi tanggung jawab kita bersama.
Jangan sampai kita hanya akan memberikan masalah yang lain. Bahwa benar
pemerintah adalah jembatan untuk terlaksananya pendidikan untuk semua. Tapi,
bukan berarti kita sebagai warga negara tidak boleh terlibat.
Dengan alasan inilah, saya dan beberapa teman yang lain memilih untuk
berkontribusi dalam pemerataan dan pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Dimulai
dengan membentuk komunitas Ruang Abstrak Literasi (RAL) pada awal tahun 2017
lalu.
Meski diawal pembentukannya, RAL hanya merupakan komunitas anak-anak
muda untuk berdiskusi tentang isu-isu yang sedang hangat ditengah masyarakat.
Akan tetapi, dalam perkembangannya komunitas mulai diarahkan untuk berbuat yang
akan berdampak kepada masyarakat.
Sehingga, teman-teman yang terdiri dari berbagai lintas kampus di Kota
Makassar berinisiasi untuk membuka lapak baca di Pantai Marbo, Kelurahan Tallo,
Kecamatan Tallo, Kota Makassar. Langkah kecil yang kami lakukan tersebut bisa
jadi akan dipandang sebelah mata oleh sebagian orang.
Salah satunya mungkin datang dari warga yang ada di sekitar Pantai
Marbo. Sebab pada awal kami berkegiatan di pantai tersebut, berbagai penilaian menghampiri
kami. Mulai dari respon yang berbau negatif maupun respon positif. Asa kami tak
pernah pudar hingga kini untuk berbuat kepada sesama.
Dan alhamdulillah, pelan tapi pasti sentimen-sentimen tersebut mulai
memudar. Bahwa benar, niat yang kami bawa kesana untuk berbagi pengalaman dan
ilmu sudah terasa. Tak hanya itu, warga sangat merespon positif kegiatan kami.
Jika diawal kami berkegiatan di Pantai Marbo hanya membuka lapak baca,
kini kami mulai mencoba untuk membuka kelas untuk anak-anak nelayan baik yang
putus sekolah maupun yang sedang menmpun pendidikan dasar dan menengah.
Kini, kami membina anak-anak di Pantai Marbo sekitar 70 anak dari
berabagai tingkatan usia. Untuk memudahkan proses belajar beratapkan langit dan
beralaskan tanah, kami membagi anak-anak tersebut berdasarkan usia.
Anak yang usia sekolah taman kanak-kanak, kami melakukan proses
pembelajaran dengan cara bernyanyi dan bermain. Tentu dengan menyelipkan
berbagai pelajaran moral. Sesekali kami melakukan proses pembelajaran seperti
sekolah-sekolah formal.
Membuat anak-anak merasa nyaman untuk belajar adalah tujuan kami.
Memberikan edukasi bahwa sekolah bukanlah sebuah penjara bagi anak, akan tetapi
sebuah tempat yang sangat mengasikkan untuk bermain dan belajar serta
berinteraksi dengan anak yang lain.
Untuk melihat perkembangan anak-anak didik kami, maka diputuskan untuk
membuka lapak baca dan buka kelas tiap satu kali dalam sepekan yakni hari
Sabtu. Jadwal itu sudah berlangsung cukup lama yakni sekitar Agustus atau
September tahun 2017 lalu. Dan masih berlangsung hingga kini.
Adapun jumlah koleksi buku baca untuk anak-anak hingga kini terus
bertambah. Itu tak terlepas dari berbagai donatur tidak tetap kami. Mulai dari
warga yang berempati hingga bantuan dari lembaga pemerintah. Terbaru, kami
mendapatkan bantuan dari Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK).
Menjalankan proses pembelajaran dan buka lapak baca bukan tanpa
halangan. Dimulai dari akses yang cukup jauh dari pusat kota hingga faktor
cuaca. Akan tetapi, bagi kami itu adalah tantangan tersendiri bagi kami antar
anggota RAL. Sebab jika kami tidak ikhlas tentu saja tidak akan bertahan hingga
sekarang.
Bagi kami, bekerja atas nama hati nurani untuk pemerataan dan akses
pendidikan yang baik untuk seluruh warga negara termasuk anak-anak nelayan yang
ada di Pantai Marbo sebuah kesuksesan. Biarlah kami yang serba kekurangan
berjuang dengan pilihan yang telah kami pilih.
Yang pasti, bagi kami di RAL untuk berbuat dan berbakti kepada bangsa
dan negara itu tidak cukup dengan kritik saja. Akan tetapi, lebih daripada itu
yakni berbuat. Sebab langkah kecil yang kami mulai sejak tahun 2017 lalu itu
akan menjadi bukti bahwa kami pernah bersuara tanpa terdengar tapi terlihat
hasilnya.
Bahwa bermimpi tidak pernah cukup ketika hanya tertidur pulas. Memberi
tidak pernah cukup tanpa keikhlasan. Mengkritik hanya akan menjadi simbol
parasit tanpa aksi. Bersuara tidak akan pernah terdengar jika tidak pernah
bertindak. Dan pemikiran yang cerdas serta sikap yang bijaksana hanya akan
menguap jika tak pernah mengajar. If you believe change, then you have make
changes.
#akumencintaimu
Komentar
Posting Komentar