Ide Gila Penundaan Pemilu

Penundaan pemilu. Sebuah ide yang gila. Bukan berarti tidak mungkin. Dalam politik semua mungkin. Apalagi politik Indonesia. Epik sekaligus munafik; kadang-kadang. Diaduk, dibumbuhi, dipanaskan. Hampir tiap hari. Dan anehnya. Pemerintah hampir selalu jadi lakon utama.

 

Secara politik, pemilu yang ditunda itu hal biasa. Sejalan dengan pernyataan Ketua PBNU, KH Yahya Cholil Staquf. “Usulan penundaan pemilu masuk akal”. Lagian, karena coped ada 48 negara yang menunda pemilu. Jadi santai-santai saja. Tenang dulu. Sambil nikmati kopimu.

 

Apalagi jika ketua partai yang berbicara. Sudah jelas kan. Ketua partai. Barangkali butuh perhatian; sudah tidak ada yang perhatikan. Alias jeblok. Elektabilitas tak naik-naik. Apalagi ada skandal; korupsi dan perempuan.

 

Jadi, biarkan saja. Kalaupun mengaku sudah disetujui kader. Ya percaya-percaya saja. Namanya juga kader partai. Bebas tapi terikat hebat. Maka berbicara tentu hati-hati. Salah kata, dipecat. Bagus kalau tidak di PAW; anggota DPR.

 

Tapi, tunggu-tunggu. Ada dugaan jika ada tangan pemerintah disitu. “Lah kok bisa?” Tak usah kaget. Nanti dikira ikut-ikutan mereka yang sering kaget. Seperti banyak pejabat pemerintah. Jangan sampai mereka tersinggung. Kan, jadi brabe. Nanti dilaporin UU ITE; penghinaan. Jadi tak usah kaget-kaget. Santai saja.

 

Sabar sampai ekornya muncul. Jika sudah kelihatan. Tarik, lalu benturkan ke tanah. Atau ke batu. Laporan yang dikeluarkan CNN itu baru kulitnya. Belum isinya. Nanti juga kelihatan. Bahkan wujudnya yang bermuka dua itu. Biarkan dulu dadu itu dilempar.

 

Lagian alurnya sudah mulai ketahuan. Pemainnya itu-itu juga. “Para bangcad bertopeng paling Pancasila”. Bau bangkai pasti tercium juga. Namanya juga bangkai. Sudah sewajarnya busuk. Dan, selayaknya dibuang. Atau dikubur sekalian. Biar mampus.

 

“Melawan” butuh modal. Cukup sederhana. Hanya data dan pertanyaan. Mungkin juga kejujuran dan keberanian. Tidak lebih dari itu. Datanya sudah ada. UUD NRI Tahun 1945. Pasal 22E. Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali.

 

Selanjutnya, adalah bertanya. Untuk itu, harus menagih keberanian. Karena bertanya butuh itu. Tenang, konstitusi berikan jalan. Itu jelas. Ya, meski kadang sulit juga.

 

Sebagai penyelenggara negara. Dan sebagai yang terduga. Pemerintah harus menjawab. Siapapun yang berhak atas itu. Bahkan presiden sekalipun. Tolong jawab. Apa benar pemerintah ingin tunda pemilu? Jawab!

 

Kalau pemerintah diam? Kita harus bertanya kepada siapa? Tembok? Ha?

 

Oke, kemarin ada yang mengklarifikasi. Oh tidak. Ini bukan soal klarifikasi. Ini soal jawaban. Lagian yang mengklarifikasi itu juru bicara. Haduh, juru bicara? Come on, juru bicara itu tidak merdeka bicara walau tugasnya bicara. Mulut berkata, isi kepala diikat; sangat rapat.

 

Sampai kapan rakyat harus menunggu dan menunggu?

 

Ini butuh kejelasan. Lagian dunia berubah begitu cepat. Kalau mau negara ini kuat, ayo dong. Buka data itu ke rakyat. Sekarang ini masih Ukraina perang melawan Rusia. Besok-besok, siapa yang tahu. Mungkin seluruh dunia. Lihat, dampaknya sudah ada. Harga-harga mulai naik.

 

Jadi, ayolah. Urus negara ini dengan benar. Sudahilah itu gaduh-gaduh tunda pemilu. Hentikan sekarang juga. Tapi jika memang mau? Memaksa kehendak politik? Melawan konstitusi? Yah tunggu saja. Akan ada lawan pada akhirnya. Siapa lawan itu? Mereka yang mungkin sadar atas kegoblokan dimana-mana.

 

Jika itu terjadi. Ngeri bos. Kacau. Ampun.

 

#akumencintaimu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Don’t Stop Komandan

Fahri Hamzah Bukti Demokrasi Telah Mati

Mau Enaknya, Tidak Mau Anaknya