Jalan Lain untuk Niat Baik Muallim Tampa
Niat baik. Siapa yang tidak mau itu-- memiliki dan melakukannya. Saya
kira tidak ada. Kita semua mau. Dengan metode cara yang berbeda. Saya menulis
misalnya. Harapannya tentu tulisan itu akan dibaca. Lalu menjadi inspirasi atau
referensi. Hingga terbitlah kebaikan itu.
Orang lain, tentu dengan caranya sendiri. Seperti sebulan terakhir ini.
Seorang kenalan. Satu kampung. Senior di sekolah. Anak seorang purnawirawan
polisi-- cukup saya kenal. Seorang advokat. Petarung sejati. Menaklukkan Ibu
Kota-- Jakarta. Muallim Tampa.
Saya perhatikan. Ada beberapa baliho. Dengan foto dan nama Muallim
Tampa tersebar. Pada beberapa titik di Kabupaten Sinjai. Di kampung halaman juga
ada-- Bikeru. Kalau tidak salah. Dipertigaan pasar lama Bikeru. Ke arah Desa
Puncak. Format kalender juga ada.
Desainnya sungguh menarik. Fotonya jelas gagah. Formatnya mengikuti
perkembangan ramadhan-- peci dan doa. Mungkin maksudnya, semoga ramadhan
berbuah berkah. Mengijabah niat baik. Lalu diwujudkannya nanti. Di masa depan. Tahun
2024.
Karena itu, saya curiga ini baru permulaan. Apalagi komunitas sudah
terbentuk. Kaosnya juga keren--MTP. Berwarna hitam dengan tulisan berwarna
putih. Sangat cocok. Itu menggambarkan keseimbangan. Manusia seutuhnya--
kebaikan dan keburukan. Sayang, saya belum dapat. Hihihi.
Jika dibolehkan. Saya ingin menebak. Jika Kak Allink-- begitu saya
sering menyapa, punya cita-cita. Barangkali tentang politik. Entah masuk DPR RI
atau sekalian ke panggung Pilkada Sinjai. Itu belum pasti. Tapi bisik-bisik
datang ke telinga saya. Silih berganti. Dari Jakarta juga di Makassar.
Seorang kawan di Jakarta. Saya pernah tanya. Tentang sepak terjang Kak
Allink. Wow luar biasa. Kawan ini mengagumi. Dia mengaku mendengar cerita banyak
tentang Kak Allink. Salah satu yang tidak dilupanya. Ketika istrinya ikut
kerja-- dalam kondisi hamil. Demi memenuhi kebutuhan hidup. Jakarta keras bos.
Tapi semua itu dilewati. Dengan tabah dan sabar. Pada akhirnya. Buah
dari kerja keras itu ada. Kini Kak Allink menikmati hasil kerja kerasanya.
Tentu bersama sang istri. Sebagian dari kita. Atau orang lain. Hanya melihat
hasilnya. Sedikit mau tahu bagaimana prosesnya.
Saya pernah mendengar. Jika Kak Allink pernah dimentorin politisi
Makassar. Posisi politisi itu kini cukup penting. Terutama di Kota Makassar.
Ini juga alasan. Barangkali sudah pembenaran. Jika wacana Kak Allink masuk
panggung politik sudah disiapkan. Bahkan sangat matang.
Saya kira ini baru dugaan saja. Lagian pesta politik masih lama. Dua
tahun lagi. Tapi anggaplah itu benar. Maka langkah taktis Kak Allink itu
wajar-- sebagai pemula. Panggung politik rasanya memang butuh persiapan. Itu
jika ingin benar-benar terjun ke dalamnya.
Pekan lalu. Keluarga dari istri adakan buka puasa bersama. Disitu saya
bertemu seorang teman. Satu organisasi. Kebetulan memang ada hubungan keluarga
juga dengan istri. Tanpa babibu. Kawan ini langsung menawarkan nama Kak Allink.
Saya mahfum. Teman ini alumni UMI. Sama dengan Kak Allink.
Bulan lalu, jika saya tidak salah ingat. Teman ini disumpah sebagai
advokat. Barangkali jaringan itu. Atau hubungan itu. Membuatnya untuk
menawarkan Kak Allink. Katanya untuk DPR RI. Dari situ saya sudah tercerahkan.
Saya tidak dapat menduga-duga lagi.
Teman ini bahkan begitu berapi-api. Sekonyong-konyong percaya begitu
saja-- kepada saya. Entah apa alasan dibalik itu. Saya coba berdalih. Sedikit
menguji tekadnya. Bahwa saya tidak kenal Kak Allink. Lalu teman ini bilang.
“Nanti saya pertemukan, melalui jaringan saya”. Saya bilang oke.
Niat baik hanya jadi niat baik. Jika tidak ada dukungan. Sebab niat
baik butuh orang. Niat baik perlu dimaksimalkan. Agar dampaknya luas. Dan
dirasakan langsung banyak orang. Sebagai junior. Sebagai adik. Dan sebagai
teman sekampung-- itu jika diakui. Tentu akan membantu-- kalau dibutuhkan.
Selain itu, saya juga siap mengkritik. Jika memang ada yang perlu untuk
dikritik. Pasti saya akan terbuka. Secara jujur dan gamblang. Kupikir, itu juga
bagian dari membantu. Bukankah penting untuk saling mengingatkan. Apalagi jika
untuk kebaikan.
Lagian, saya tahu. Kak Allink itu paham betul. Tentang pegangan orang
bugis. Sirui’ menre te sirui no’. Malilu sipakainge’. Mali’ siparappe. Rebba
sipattokkong. Tengoklah betapa teduhnya kalimat di balihonya. “Hakikat cahaya
bukan pada matahari tapi pada mata hati” Muallim Tampa.
#akumencintaimu
Komentar
Posting Komentar