Yang Lain dari Armin

Anggota DPR. Atau wakil rakyat. Secara makna, banyak tafsiran. Tapi mari kita lihat sederhana saja. Jika “wakil” dimaknai bawahan. Atau orang kedua. Atau orang nomor dua. Maka, barangkali tidak salah, jika wakil rakyat itu disebut bawahan rakyat.

 

Tapi kok ada wakil rakyat. Kadang melebihi rakyat. Itu kenapa? Terjadi salah tafsir? Atau salah makna? Atau karena tidak TAHU DIRI? Sungguh mengecewakan. Jadi teringat lagu Iwan Fals.

 

Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu setuju

 

Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu setuju

 

Dalam hal ini, harus fair. Bahwa ada wakil rakyat yang betul bekerja. Sangat banyak. Di Sulsel juga ada. Salah satu, yang saya kenal, Armin Mustamin Toputiri. Namanya melegenda. Nama lain; ada Wawan Mattaliu-- diwaktu yang lain akan saya tuliskan juga. Kak Armin begitu saya menyapnya; sebagai politisi ulung. Juga sebagai aktivis sejati.

 

Sulit rasanya menemukan wakil rakyat seperti Kak Armin. Ya mungkin tetap ada juga; hampir se-level. Kak Armin lahir dari keterbukaan. Bermunajat dengan banyak literatur. Menemukan dirinya yang lain dari sejumlah tulisan dan buku. Ia betul-betul bekerja atas semua itu. Itu level Kak Armin. Level Anda; politisi?

 

Maka tidak perlu kaget. Jika salah satu bukunya; Mempersiapkan Generasi Baru: Investasi Jangka Panjang Pembangunan Sulawesi Selatan, menjadi koleksi internasional; Universitas Michigan, Amerika Serikat. Tidak main-main itu. Lihatlah google books. Buktikan sendiri. Takut dikira muja-muja.

 

Ketika aktif sebagai jurnalis. Dan bertugas di DPRD Sulsel. Kak Armin salah satu narasumber yang mumpuni. Paparan berdasar data. Uraian lengkap dengan aturan-aturan yang mengikat. Suaranya lantang. Bahkan, samar-samar; ini kadang. Informasi masuk di telinga. “Armin legislator yang disegani di DPRD”.

 

Ketika dipenghujung masa tugas. Dan gonjang-ganjing hak angket. Kak Armin salah satu yang paling vokal. Itu terekam jelas dalam Jurnal of Lex Generalis diterbitkan Universitas Muslim Indonesia. Jurnal itu ditulis Imam Mujahidin DKK. Ada sebuah penggalan kalimat dari Kak Armin yang menarik disitu; tindakan DPRD Sulsel merupakan representasi dari suara rakyat. Tulis Imam.

 

Cerita lain soal hak angket. Suatu malam, Kak Armin mengirim pesan WA. Disebutkan sebuah kedai kopi di Hertasning. Tak lupa, waktunya dirincikan.

 

Malam itu sungguh menyenangkan. Kak Armin bercerita banyak hal. Mulai dari aktivitasnya dulu KNPI. Hingga jejaknya ketika bertugas di DPRD Sulsel. Sesekali, kami berkelakar. Pada situasi yang agak serius. Kak Armin meminta saya menulis soal hak angket. Berat. Harus fokus. Sedang pikiran kebanyak hal. “Mungkin di lain waktu Kak” kataku.

 

Dengan gaya khasnya; ceplas-ceplos, Kak Armin juga bercerita tentang hak angket. “Ini yang pertama di Indonesia”.  Simpulan dari semua diskusi itu menarik. Kak Armin bermain logika; seperti biasanya. Hak angket itu ibarat ciuman pertama. Tidak akan pernah dilupakan. Sampai kapan pun.

 

Dan tahun 2019. Kak Armin kalah di Pileg. Entah apa yang terjadi. Apa tafsir wakil rakyat itu berubah lagi. Harus berduit; ada uang, ada suara. Miris. Lalu ketika suara rakyat, diabaikan. Rakyat teriak; dengarkan suara kami. Taek kan.

 

Apa karena tidak di DPRD lagi, Kak Armin tak bersuara. Jawabannya tidak. Bahkan lebih lantang lagi. Kak Armin memaki-maki ke dalam dirinya. Bahkan, sambil menodongkan pistol.

 

Pameran tunggalnya dalam waktu dekat; Zoon Politicon--adalah buktinya. Sepertinya mengkritik politisi. Tak lain adalah jalan pilihannya ketika masuk partai dan duduk di DPRD, dulu. Atau mungkin juga Kak Armin ingin menampar politisi karbitan--melalui karya lukisnya.

 

Begitulah Kak Armin. Menapaki jalannya sendiri. Menuntun nuraninya sendiri. Menafsirkan kebenarannya sendiri. Hingga temuannya yang paling mutakhir; dirinya-- politisi di dalam lukisan. Lengkapnya, datanglah ke Hotel Claro. Tanggal 12-17 Maret 2022. Pukul 10.00 - 21.00 WITA.

 

#akumencintaimu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Don’t Stop Komandan

Fahri Hamzah Bukti Demokrasi Telah Mati

Mau Enaknya, Tidak Mau Anaknya