Don’t Stop Komandan

 


Hukum negara tanpa etika, apa bedanya dengan hukum rimba. Jika hukum telah menjadi arena rimba, maka hukum tidak lagi ber-asas pada keadilan. Hukum tidak ber-asas pada keadilan, maka hukum akan menjadi kekuatan kekuasaan dalam melakukan kesewenangan. "Korupsi bukan hanya persoalan hukum saja, tapi sudah masuk fenomena politik dan sosial" Prof. Dr. H. Bagir Manan, S.H., M.C.L. 

Dalam perspektif awam, bagi saya hukum itu kejujuran. Jika dalam proses hukum, kepada siapapun, kejujuran harus menjadi pedangnya. Seorang filsuf moral dan politik Amerika, Profesor John Rawls, dalam bukunya A Theory Of Justice membuat kalimat sederhana tentang keadilan “tidak ada keadilan tanpa kejujuran”. Singkat, padat dan jelas.

Dalam kasus Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang kini hangat diperbincangkan. Saya haanya ingin melihat dari kacamata awam tadi; kejujuran --saya ingin menghindari perdebatan kompleks-- soal politik atau kriminalisasi jelang pemilu. Karena itu, mari kita mulai dari perjalanan SYL dulu --hingga ditunjuk sebagai Menteri Pertanian.

SYL itu pejalan sejati. Ia bukan pelari. Bukan pelompat. Apalagi penerbang. Tidak, SYL tidak Begitu. Lihat saja karirnya ketika masih berstatus ASN. SYL memulai segalanya dari seorang sopir dan pegawai biasa. Kecerdasan berpikir dan kecemerlangan tindakan adalah pelitanya.

Profil lelaki Bugis Makassar kelahiran 16 Maret 1955 itu sulit ditandingi oleh siapapun. Tahun 1980, SYL mengawali karir sebagai ASN. Sebagai ASN yang berintegritas, jadilah SYL ditunjuk sebagai lurah. Kemudian 4 tahun setelahnya, diangkat sebagai Camat Bontonompo, di Kabupaten Gowa. Posisi itu diemban SYL selama 3 tahun.

Karir SYL terus menanjak. Seperti Kepala Biro Humas Setwilda Sulsel tahun 1993, kemudian kembali lagi ke Gowa untuk menduduki jabatan Sekda. Setelah itu, menjabat sebagai Bupati Gowa selama dua periode dari tahun 1994 hingga tahun 2002. Kecemerlangan karir SYL itu, dilirik oleh Amin Syam untuk maju Pilgub Sulsel. Dan terpilih; SYL sebagai Wakil Gubernur.

Dalam perjalanannya, SYL lalu memilih berpisah dengan Amin Syam pada Pilgub 2008. Kala itu, SYL melihat peluang Ketua DPRD Sulsel, Agus Arifin Nu’mang, yang punya kans. Lobi politik kemudian dilakukan; jadilah SYL berpasangan dengan Agus. Setelah perhitungan suara, SYL keluar sebagai pemenang. Mengalahkan Amin Syam diurutan kedua. Hasil itu sempat bergulir secara hukum tapi tidak menggugurkan kemenangan SYL.

Pilgub 2013, SYL hampir saja berpasangan dengan Ilham Arief Sirajuddin (IAS). Seorang tokoh politik kharismatik yang menjabat Walikota Makassar dua periode. Tapi, ada kalkulasi politik yang tidak ketemu. Jadilah SYL kembali berpasangan dengan Agus. Disinilah, istilah Don’t Stop Komandan itu muncul --melekat ke dalam diri SYL hingga sekarang. Pertarungan itu pun kembali dimenangkan SYL.

Secara lokal Sulsel, lengkap sudahlah perjalanan karir SYL sebagai pejalan itu. Karena telah tuntas secara lokal Sulsel, SYL terus berjalan. Tidak berhenti. Seperti kata Albert Einstein “Hidup itu seperti mengendarai sepeda. Untuk menjaga keseimbangan, harus terus bergerak”.

Sebagai Gubernur Sulsel, SYL sangatlah disegani. Sebab, SYL adalah lakon utama dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia. Tidak heran jika jalannya menuju Jakarta cukup mudah. Tapi, tentu melalui hitungan dan timbangan yang akurat. Seperti biasanya --kecerdasan berpikir dan kecemerlangan tindakan adalah pelitanya.

Karena merasa Golkar tidak memberinya ruang. Tawaran NasDem segera diterima. Lagian, Surya Paloh dan SYL adalah karib. Mereka merupakan tokoh dibalik pendirian ormas FKKPI. Pasca Pilpres 2019, dimana Jokowi-Amin yang didukung Surya Paloh menang. Nama SYL kemudian mencuat sebagai menteri. Tentu itu sudah rahasia umum. Dan benar saja, SYL ditunjuk sebagai Menteri Pertanian.

Masih sebagai pejalan. SYL tidak pernah cawe-cawe untuk terbang. SYL tahu betul bagaimana menempatkan diri dalam politik. Tidak seperti yang lain, baru duduk juga satu periode sebagai Menteri, eh mau jadi Cawapres. Atau belum genap lima tahun menjabat gubernur, sudah niat jadi Cawapres. Sikap menahan diri SYL adalah kemewahan --kecerdasan berpikir dan kecemerlangan tindakan adalah pelitanya.

Gerak gerik SYL ketika menjabat Menteri Pertanian tidak ada yang aneh-aneh. Bahkan, SYL ikhlas, ketika dirinya sebagai Menteri Pertanian, programnya diambil alih menteri lain yang secara tupoksi tidak relevan. SYL tahu betul bagaimana Ia harusnya bersikap. SYL hanya terus bekerja dan bekerja.

Sampai pada waktu itu tiba. Partainya; NasDem, kemudian mencalonkan Anies Baswedan. Segalanya berubah. Gesekan politik berubah menjadi gesekan hukum. SYL yang hanya fokus kerja itu lalu diincar. Bermula ketika awal tahun 2023. Tepatnya, 16 Januari 2023. Terbit Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik) dengan nomor 05/Lid.01.00/01/01/2023 untuk mengusut korupsi di Kementan.

Beberapa poin penyedikan yang muncul kala itu adalah dugaan pemerasan, perbuatan melawan hukum, hingga soal mutasi jabatan. KPK sebagai lembaga menyelidiki kasus itu, melakukan pemeriksaan terhadap 49 orang. Termasuk SYL. SYL lalu menghadiri pemeriksaan penyelidik KPK, tanggal 19 Juni --pemeriksaan berlangsung 3,5 jam. Sebelumnya, SYL dua kali tidak hadir karena ada tugas negara; SYL tidak lari.

Empat bulan kemudian, SYL ditetapkan sebagai tersangka. Ketika itu, SYL sedang tidak di tanah air. SYL sedang dalam perjalanan dinas ke Italia dan Spanyol. Proses penetapan tersangka itu seperti mengkerdilkan kredibilitas dan akuntabilitas SYL. Bahasa kasarnya dipermalukan.

Sempat dikabarkan menghilang atau melarikan diri. SYL lalu tiba di Jakarta dan hadir di Kantor Kementerian Pertanian. Di sana, SYL pamit kepada pegawai dan staff. SYL kemudian dijadwalkan menghadap presiden --membawa surat pengunduran diri --siri’na pacce. SYL menunjukkan sikap berani sebagai Bugis Makassar sejati.

Apakah SYL marah disebut menghilang atau melarikan diri seperti si bangsat Harus Masiku? Jawabannya tidak. SYL tetap tersenyum, walau hati dan pikirannya barangkali sangat kacau. Lagi dan lagi, SYL berlaku selayaknya pejalan sejati --kecerdasan berpikir dan kecemerlangan tindakan adalah pelitanya.

SYL menjawab seluruh pertanyaan wartawan dengan sikap satria. SYL begitu kokoh berdiri. Pun Ia menjawab dengan suara terbuka. Termasuk SYL menjelaskan mengenai dugaan pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan KPK. SYL mengaku telah menyampaikan hal itu jauh sebelum dirinya ditetapkan sebagai tersangka. Keterangan yang disampaikan SYL itu juga telah diamini oleh Polda Metro Jaya.

Bahkan, Polda Metro Jaya mengungkap tengah menyelidiki laporan yang masuk pada 12 Agustus 2023. Sebelumnya, Kapolri juga sudah memberikan tanggapan “akan mengecek informasi itu ke Polda”. Tapi, pimpinana KPK Firli Bahuri buru-buru membantah dugaan pemerasan itu. Lagian, pencuri mana yang mau mengaku.?

Ketidakjujuran KPK dalam menangani kasus tidak hanya sekali. Tapi, ini sudah yang kesekian kali. Tahun 2020 Firli terbukti melanggar etik menerima gratifikasi tumpangan helikopter, 2021 mengajukan TWK dan memecat 57 pegawai KPK, tahun 2022 Lili Pintauli diperiksa atas laporan gratifikasi tiket GP Mandalika, tahun 2023 Firli mengembalikan petinggi KPK dari Kejaksaan dan Polri, perpanjangan masa jabatan KPK oleh MK yang dinilai sarat politis. Keputusan MK itu pun dikritik bayak pihak.

Rentetan kontroversi pimpinan KPK ini membuat publik ragu. Apakah KPK memproses satu kasus karena murni persoalan hukum bukan politik.? Sepertinya peringatan Prof Bagir di awal tulisan ini, benar adanya. Begitu juga ukuran saya yang awam. Jika ingin jujur; banyak kejanggalan dalam penanganan kasus di KPK. Termasuk dalam kasus SYL.

SYL yang punya segudang pengalaman; dari lurah ke Menteri Pertanian. Tentu tidak mudah roboh akan badai. SYL hanya perlu menjadi dirinya sendiri --sebagai pejalan sejati. “Saya orang Bugis, harga diri lebih tinggi dari jabatan” SYL. Don’t Stop Komandan --sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai. Ewako. Aku mencintaimu.

Komentar

  1. Semoga di berikan kemudahan apa yg SYL alami EWAKO

    BalasHapus
  2. Dont stop komandan, itu maju pilgub kedua... KPK belum menyebut tersangka

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fahri Hamzah Bukti Demokrasi Telah Mati

Mau Enaknya, Tidak Mau Anaknya