W Super Club

 


Pukul 22.00, harusnya sudah jadi waktu yang baik untuk istirahat. Apalagi, jika seharian sibuk bekerja dan berpikir. Jika mengacu pada sains; tidur 7 jam sangat baik, itu artinya bisa bangun jam 5 subuh. Tepat waktu sholat subuh. Itu sangat ideal. Tapi, kadang-kadang sesuatu yang ideal itu lebih teoritis. Sulit rasanya untuk terwujud dalam fakta perbuatan. Seperti malam tadi.

Sejak kemarin sore, sudah beredar informasi pembukaan sebuah club malam; tempat happy-nya orang-orang berduit. Namanya W Super Club; begitu informasi itu terkirim digroup-group WA. Saya tidak gubris pada awalnya. Kupikir, diskusi-diskusi kecil diberbagai group WA itu masih wajar. Tentu karena pro dan kontra itu dinamika biasa.

Lalu, hari ini saya membaca sebuah surat resmi yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah. Pada intinya, dalam surat itu, Muhammadiyah menolak kehadiran tempat clubbing itu. Saya kemudian mencermati betul soal ini. Beberapa data dan fakta saya kombinasikan. Saya tidak ingin gegabah. Terlalu berbahaya.

Usut punya usut, data dan fakta yang saya temukan mengarah pada kekeliruan beberapa pihak. Termasuk Muhammadiyah. Bahkan, banyak individu saya kira juga demikian. Saya tidak menyebut siapa saja mereka itu. Yang pasti, kekeliruan itu menyudutkan beberapa pihak. Salah satunya kepada Pemkot Makassar dan Danny Pomanto sebagai walikota.

Saya tidak dalam kapasitas ingin membela. Terutama Pemkot Makassar dan Danny Pomanto. Saya tidak punya daya untuk itu. Lagian, apa pentingnya juga. Kritik terhadap pemerintah itu hal biasa. Kalau tidak ingin dikritik ya jangan menduduki jabatan publik. Hanya saja, harus ada proporsi. Jika tidak, maka itu tidak dapat dibenarkan. Apalagi, jika hanya berbasis asumsi pribadi.

Pada akhirnya terkuak, izin W Super Club tidak melalui Pemkot Makassar. Dengan begitu, gugurlah seluruhnya tuduhan itu kepada Pemkot Makassar dan Danny Pomanto. Organisasi dan atau individu yang “menyerang” Pemkot Makassar dan Danny Pomanto tentu dapat dipastikan salah alamat. Sebab pada faktanya, izin diberikan oleh Pemprov Sulsel. Dan itu clear.

Beberapa hari lalu, saya berdiskusi dengan beberapa teman ketika menghadiri kegiatan MIWF di Benteng Rotterdam. Topik yang kami bahas soal penulis kondang Iqbal Aji Daryono. Tentang tulisannya dalam buku Berjuang di Sudut-sudut Tak Terliput. Buku itu menceritakan pengalaman Iqbal keliling ke pelosok nusantara dan bertemu Bapak Polisi baik bertugas.

Saya menyebut jika tulisan itu sangat bagus. Hanya saja, itu bentuknya kontroversi. Teman diskusi saya menolak itu. Tapi, saya menjelaskan bahwa konten, teknik penulisan, maupun pribadi penulisnya tidak soal. Juga tentu kepada institusi dan tokoh yang ditulisnya. Saya menggarisbawahi kritik saya secara tegas hanya pada soal etis.

Etis yang saya maksud itu yakni konten yang ditulis Iqbal; seakan-akan dipakai untuk mengaburkan situasi dan kondisi yang yang lain. Tepatnya begini, kebaikan yang diceritakan Iqbal dalam risetnya, tidak dapat menggugurkan buruknya oknum dalam institusi kepolisian. Kita apresiasi polisi yang baik tapi itu tidak dapat dijadikan ukuran untuk mengabaikan polisi yang buruk.

Logika sederhananya, keburukan tidak dapat menghilangkan kebaikan. Sepanjang ada keburukan, maka yakin dan percaya pasti ada kebaikan. Begitu juga sebaliknya. Karena keburukan dan kebaikan adalah sesuatu yang natural. Keduanya akan saling bentrok dalam keadaan dan bentuk apapun. Karenanya, kritik saya pada Iqbal soal etis. Apalagi, jika tulisan itu dijadikan propaganda kebaikan untuk menutupi keburukan.

Sama halnya dengan kasus W Super Club ini. Siapapun boleh kritik, menolak, bahkan menindak. Silahkan saja, sepanjang itu tidak melanggar legalitas hukum, moral dan etika. Dalam hal ini, ketidakcermatan tidak menjadi soal yang berarti. Hanya saja, keterbukaan pikiran dan akal sehat harusnya dikedepankan. Kita patut apresiasi Muhammadiyah yang mengaku jika terjadi kekeliruan. Ini sikap etis yang patut dicontoh.

Selain daripada itu, yang tidak mampu menerima data dan fakta yang diperhadapkan kepadanya. Dan, masih kukuh pada kekeliruan ini, kita dapat mengambil simpulan yang sederhana. Bahwa memang kebaikan itu akan selalu ada lawannya. Maka, tidak perlu kita tanggapi. Bukankah tiap dari apa yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan. Sederhananya begitu.

Terkhusus untuk kehadiran W Super Club, di luar dari narasi agama --soal agama dipastikan tidak ada perdebatan. Saya biasa saja. Sepanjang legal secara hukum dan tidak merugikan, ya lanjut saja. Kupikir, siapapun berhak mencari cuan di negara ini. Mau dia Hotman Paris atau tukang becak, semua berhak. Yang salah jika ada yang menghalangi orang mencari duit secara legal.

Karena itu, jika ada orang atau lembaga yang mengkritik atau menolak dengan alasan moral, terus terang saya tertawa. Seingat saya; tolong luruskan jika saya salah, di negara ini tidak ada pengadilan moral, yang ada hanya pengadilan hukum yang perdebatannya soal hukum, filsafat, etika, sejarah dan budaya. Maaf sekali lagi, jika saya salah dan tolong luruskan. Tabe.

Saran saya, itu jika mau mendengar saran, kalau ingin serius menolak jangan pada wacana. Itu hanya bahan candaan. Ayolah yang lebih rasional. Misal, membawa soal ini ke pengadilan tata usaha negara. Lawan itu Pemprov Sulsel sebagai pemberi izin dengan logika hukum yang legal. Saya kira, itu akan sangat elegan dibandingkan dengan bermain dipermukaan saja; wacana.

Kalaupun tidak ingin, diskusi yang menarik bagi saya adalah kenapa dan bagaimana bisa W Super Club itu ada di Makassar? Apakah yang membuatnya datang ke Makassar? Jika pertanyaan ini kita telusuri ke belakang. Maka, kita akan menemukan diri kita dalam perdebatan soal reklamasi yang kini menjadi lokasi berdirinya gedung tempat W Super Club itu berada secara legal.

Saya yakin sekuat-kuatnya, kehadiran W Super Club di CPI sekarang ini karena pertimbangan lokasi yang sangat strategis. Dan, tentu saja secara teori ekonomi, itu sangat menguntungkan. Saya belum berkali-kali ke CPI tapi satu hal yang saya lihat dan saksikan, betapa besarnya potensi ekonomi kawasan ini. Dan mereka yang menikmati itu adalah orang-orang berduit. 

Saya tidak pernah membenci sama sekali orang-orang yang berduit itu. Saya hanya tidak suka cara pandangnya soal kemiskinan dan keterbelakangan. Beberapa orang berduit saya kenal, saya sangat respek sama mereka. Kekayaan tidak membuatnya lupa darimana mereka berasal. Dan, saya angkat topi pada orang-orang yang semacam itu.

Coba kita jujur pada diri kita masing-masing. Pernahkan kita berjuang bersama orang-orang yang dulu ingin mempertahankan Losari dari reklamasi? Pernahkan kita merasakan penderitaan orang yang kehilangan tempat tinggal dan mata pencahariannya akibat reklamasi? Jika belum, janganlah terlalu memainkan pesan moral untuk menolak W Super Club.

W Super Club itu hanya bagian dari kecil dari dampak reklamasi yang kini sudah terjadi. Apakah kita ingin menolak itu sekarang? Kupikir sudah terlambat kawan. Kepentingan ekonomi telah jauh melampaui segalanya di CPI hari ini. Jika Anda jalan-jalan ke CPI dan bertemu dengan satpam yang membawa toa dan berorasi “Tempat ini bukan untuk umum”. Kuucapkan selamat! Ayo kita jip ajib-kan saja kawan. #akumencintaimu

Komentar

  1. Izin menambhkan... btul melihat isu khadiran WSC hrus mlihat dr bbrpa aspek. Dan saya rasa kontroversi yg terjadi terjwab sndiri oleh tulisan d paragraph trakhir. Bahwa yg d persoalkan adlah mslah budaya. Pemprov telah mmbngun branding sulsel dengan nilai2 dan budaya religiusitas dbuktikan dngan adanya icon msjid terapun dan masjid quba 99 asmaul husna. Tidak elok rasanya dan sangat melanggar nilai budaya religius itu sndiri jika berdampingan dengan tepat hiburan malam sperti wsc ini. Apalg d klaim sbgai yg terbsar d sulsel. Jd hemat saya. Sah sah sj jika ada desakan msyarakat untuk mnolak hal tersebut. Melalui ormas muhamddiyah dan mui makassar scara resmi sdh mngularkan maklumat penolakan. Intinya tdk sesui dngan nilai budaya sulsel. Ssuai yg dkatakn d kalimat trakhir narasi blogspot tersebut... salam literasi. 🙏🙏😎

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Don’t Stop Komandan

Fahri Hamzah Bukti Demokrasi Telah Mati