Gorden

 

Pertengahan puasa lalu. Rumah tampak sedikit berubah. Mungkin karena lebaran sudah dekat. Maka dekorasi rumah sedikit diubah. Salah satunya gorden diganti. Kata Ibu Mertua saya, itu memang sudah lama. Dan baru kali ini diganti. Mau juga dicuci.

 

Rumah mertua saya sederhana. Tapi cukup menampung kami berlima. Karena itu, gorden tidak banyak. Di dekat pintu utama. Hanya ada dua helai. Kemudian di pintu menuju dapur, ada satu. Lalu agak masuk. Di dekat dapur. Tepatnya di pintu kamar mertua saya. Juga ada satu.

 

Jadi total, hanya ada empat helai. Harganya, sangat terjangkau. Hanya Rp.100.000-an satu helai. Cukup untuk kantong keluarga kami. Belinya di tiktok. Memang sejak awal ramadhan lalu. Ibu Mertua saya minta didownloadkan tiktok.

 

Bukan untuk joget-joget. Sambil menunggu viral; bukan. Lagian Beliau tidak begitu. Demam panggung. Juga di depan kamera. Katanya, suatu waktu. Dirinya tidak percaya diri. Karena itu, tiktok hanya untuk hiburan. Sekedar cari konten-konten bahan tertawaan.

 

Juga untuk nonton resep masak, katanya. Bahkan, beberapa resep telah dicoba. Kami sekeluarga jadi tim jurinya. Kadang-kadang saya seperti Chef Juna. Menilai secara jujur. Meski itu cukup menyesakkan. Tapi, itu tidak membuat suasana sedih. Malah sebaliknya. Kita tertawa.

 

Jika tidak salah. Dua hari setelah gorden itu dipasang. Tetangga datang-- seorang ibu-ibu. Tidak betul-betul berniat bertamu. Hanya ingin membeli sesuatu. Kebetulan di depan rumah kami. Ibu Mertua saya berjualan. Jadi, tetangga itu datang untuk membeli sesuatu.

 

Ketika hendak diberi kembalian. Dia masuk ke ruang tamu. Memperhatikan betul gorden baru itu. Dikatakan, gordennya bagus. Warnanya soft-- sangat menarik. Dia lalu bertanya tentang harga. Istri saya, yang kebetulan ada disitu, langsung nyolot.

 

“Harganya murah” kata istri saya.

 

Ibu Mertua saya senyum tipis. Lalu mencoba menaikkan harga-- secara psikologi. Meski telah diketahuinya gorden itu murah.

 

“Murah memang tapi tidak murahan. Motifnya bagus. Warnanya juga” kata Ibu Mertua saya.

 

Harga rupanya bukan menjadi masalah. Tetangga itu terlanjur kepincut. Dia juga ingin membeli, katanya. Apalagi, di rumahnya, gorden sudah lama tidak diganti. Karena itu, dia lalu bertanya. Dimana gerangan gorden murah itu dibeli.

 

Diceritakanlah jika gorden itu dibeli di tiktok. Diperlihatkanlah akun yang menjual gorden itu. Banyak motif cantik-cantik. Tidak hanya gorden. Baju gamis juga ada. Harganya juga sama-- murah. Tahu-tahu, gorden tidak dibelinya. Tapi baju gamis. Katanya, untuk lebaran. Hahaha

 

Saya yang sedari tadi duduk di ruang tamu-- tertawa kecil mendengar diskusi itu. Saya sambil nonton berita di tv. Temanya sama-- pembelian gorden. Oleh anggota dewan yang terhormat. Gorden itu akan dipakai di rumah jabatan. Anggarannya Rp.48 miliar-- murah meriah bukan.

 

Oh iya, soal rumah jabatan itu. Saya pernah berkunjung ke sana. Kebetulan waktu itu saya diundang. Oleh anggota DPR RI dari Dapil Sulsel. Kompleks perumahan itu sangat asri. Tenang dan menyenangkan. Keamanan terjamin. Tamu tidak sembarang masuk. Harus ada kartu khusus.

 

Fasilitas lengkap. Bisa dikata seperti hotel berbintang. Bersih. Sayang, jarang ditinggali. Saya tahu itu. Sebab anggota DPR RI yang pernah mengundang saya. Sangat jarang nginap disitu. Kecuali jika ada tamu. Atau konstituen dari Dapil. Hampir pasti diarahkan ke situ.

 

Jika tidak ada tamu. Rumah mewah itu hampir pasti kosong. Atau jika ditinggali. Bukan si empunya. Tapi kadang staff ahli sang dewan. Sang dewan sendiri lebih banyak nginap di luar. Rugi rasanya jika fasilitas tidak dipakai. Biaya perjalanan dan akomodasi nginap di hotel. Hehehe

 

Sejujurnya, saya sudah lupa bentuk gorden di rumah jabatan itu. Tapi, satu yang pasti. Saya pernah memegangnya. Sangat tebal, berat dan mewah. Saya tahu itu berat karena saya pernah coba mengangkatnya. Itu juga tidak sengaja. Ketika itu, ada teman yang datang. Lalu saya mengintip dibalik jendela.

 

Saya curiga harganya sangat mahal. Sungguh jika dibandingkan dengan gorden Ibu Mertua saya. Sangatlah jauh berbeda. Tentu soal kualitas. Jika saya bandingkan. Barangkali 1 berbading 1000. Itu juga kalau segitu. Mungkin saja lebih. Itu perkiraanku.

 

Lalu, diberita yang tonton itu. Para anggota dewan mau mengganti gorden rumah jabatan mereka. Rumah jabatan yang jarang mereka tinggali. Tapi, saya tidak heran dengan ide itu. Ketua DPR seorang perempuan. Tahu kan gimana detailnya seorang perempuan. Apalagi terkait isi rumah. Ibu Mertua saya juga begitu. Pun istri saya.

 

Ada berita jika tender gorden itu aneh. Katanya, tender itu dimenangkan oleh penawar tertinggi. Lah kok bisa. Bukankah harusnya yang menawar lebih rendah yang terpilih. Itu hukum normal ekonomi bukan. Pembeli tentu ingin harga yang rendah. Sedang penjual mau tinggi. Eh tahu-tahu ini sebaliknya. Pusing.

 

Atau jangan-jangan karena itu kemauan Ibu Puan. Namanya juga perempuan. Mau yang mewah. Dan barang-barang mahal. Tapi Mertua saya kok tidak begitu. Kenapa ya? oh mungkin karena Mertua saya harus keluarin uang hasil keringatnya sendiri-- hasil jualan.

 

Sedangkan Ibu Puan. Barangkali tidak memikirkan itu. Itu uang bukan uangnya. Tidak ada keringatnya yang jatuh disitu. Jadi, happy-happy saja. Logika sederhananya kan begitu. Jika saya jadi Ibu Puan. Barangkali juga sama. Tapi, itu baru barangkali. Bukan yang sebenarnya.

 

Eh Ibu Puan katanya mau maju di Pilpres nanti kan. Nah, ini kabar bagus. Kita coblos nanti. Begitu juga anggota sang dewan. Kita coblos juga. Biarkan mereka terpilih lagi. Lalu beli gorden baru lagi. Khusus untuk Ibu Mertua saya. Nanti saya bisik-- di Pilpres nanti perempuan harus pilih perempuan. Hahaha

 

#akumencintaimu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Don’t Stop Komandan

Fahri Hamzah Bukti Demokrasi Telah Mati

Mau Enaknya, Tidak Mau Anaknya