Ironi Minyak Goreng
Sebuah ironi, tentu saja. Negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Terbesar lo ini. Tapi, sungguh sayang. Untuk urusan minyak goreng. Masih tepuk jidat. Seperti tak kuasa. Padahal segala perangkat telah disediakan. Ampun.
Mungkin, karena tidakmampuan. Ibu-ibu yang aktif antri, diminta
kreatif. Tidak sedikit disalahkan. “Apakah ibu-ibu di seluruh Indonesia itu
menggoreng?” kesel Ibu Mega. Ya tidak tahu ya, apakah Ibu Mega pernah
menggoreng atau tidak.
Belum lagi Pak Menteri. Straight, tidak ada basa-basi. Menyalahkan
ibu-ibu. Katanya, panic buying. Aduh Pak Menteri. Ibu-ibu, jika lihat barang
murah. Ya diborong Pak. Bayangkan Pak, selisih seribu rupiah. Ibu-ibu rela
keliling pasar.
Pak Menteri sih, jarang ikut istri belanja di pasar. Oh maaf, Pak
Menteri. Istri Anda mungkin tidak belanja di pasar--yang masih tawar menawar.
Istri Anda belanja di Mall. Gucci. Louis Vuitton. Lagian, mungkin istri Anda
tidak pernah menggoreng. Semua serba instan. Langsung di meja makan.
Jadi ya, wajarlah. Pak Menteri tidak punya pengetahuan dan pengalaman
disitu. Kita wajarkan.
Ribut-ribut minyak goreng ini. Awalnya dari Pak Menteri kan. Bukankah Pak
Menteri yang keluarkan aturan. Tentang HET minyak goreng. Awalnya, itu ide
bagus. Patut diapresiasi. Tapi pada akhirnya. Ya sudahlah. Pak Menteri seperti
pusing sendiri.
Di dalam rapat bersama DPR--Drama Paling humoR. Pak Menteri mencurigai
ada mafia. Dan Pak Menteri tak bisa atasi. Wah, Pak Menteri hebat. Lanjutkan
terus. Memang Pak Menteri sangat layak. Untuk tetap berada diposisi saat ini.
Itu prestasi Pak. Sangat luar biasa.
Karena bodoh amat. Dan tak mampu atasi mafia--seludupkan minyak goreng
ke luar negeri, timbun di Gudang, dll. Aturan yang Pak Menteri keluarkan
dicabut. Itu solusi sangat jitu Pak Menteri. Top markotop. Pak Menteri memberi
kesempatan kepada mafia untuk untung besar.
Tunggu-tunggu. Pak Menteri serius cabut itu aturan? Mau tanya sekali
lagi, betul dicabut? Apa tidak salah info saya Pak?
Hei Pak Menteri, Anda ini bekerja untuk rakyat? Atau untuk siapa sih?
Mafia? Atau para oligarki? Yang pada tahun 2018 lalu pemerintah berikan subsidi
Rp. 7,5 triliun itu; Wilmar Group, Darmex Agro Group, Musim Mas, First
Resources, dan Louis Dreyfus Company (LDC).
Ha? Jawab? Atau Pak Menteri bagian daripada mereka itu? Ha?
Dan, Pak Menteri harus tahu. Seorang ibu-ibu di Kalimantan meninggal. Karena
antri minyak goreng. Apakah Pak Menteri sudah tahu? Tidak merasa bersalahkah
Anda?
“Pak Menteri bangcad” adalah kalimat yang ingin saya ungkapkan dari
mulut. Tapi, tidak jadi.
Rasa-rasanya rumit. Jika Pak Menteri tidak mundur. Ayolah. Akui bahwa
Pak Menteri tidak sanggup. Angkat tangan saja. Pak Menteri gagal total. Dan
jika Pak Menteri gagal. Ya, pemerintah mungkin bisa juga dinilai gagal.
Karena itu, dengan mundur. Pak Menteri selamatkan pemerintah. Juga muka
Pak Presiden. Itu pun jika masih ada?
#akumencintaimu
Komentar
Posting Komentar