Pegawai Alfamart Bantaeng Cegah Penipuan Online


Dunia hiburan memang sangat menarik. Apalagi jika memang sesuai tujuannya; menghibur. Tapi, terus terang saja. Sekarang ini saya sangat pemilih. Apalagi jika tentang hiburan di televisi. Sinetron misalnya. Tidak ada menariknya --sama sekali. Saya tidak seperti Mahfud MD yang suka Ikatan Cinta. Untuk mendompleng kenarsisan.

 

Tidak-tidak. Saya tidak seperti itu. apalagi sampai memberi komentar. Hahaha. Itu menjijikkan --hanya bermodal suka atau ikut trend lalu memberi komentar sembrono. Taek kan.

 

Dulu. Ini dulu. Ketika televisi masih jadi barang berharga di kampung. Tidak ada pilihan lain selain sinetron. Bahkan rela-relain nitip nonton di rumah tetangga. Tetangga yang jaraknya kilometer. Paling sial jika pintu rumah tidak dibuka. Terpaksa nonton dari balik jendela. Itu juga jika sedang beruntung. Adakalanya pulang tanpa bawa cerita apapun.

 

Entah dimulainya karena apa. Atau tahun yang ke berapa. Televisi tidak semenarik dulu. Pernah saya menulis jika televisi itu hanya pengantar tidur. Faktanya saya rasakan sendiri. Karena itu, judul sinetron yang tayang di televisi dan para pemainnya saya tidak pernah tahu. Termasuk Baim Wong.

 

Ketika saya masih Sekolah Menengah Pertama. Saya pernah melihat poster Baim Wong di rumah tante saya. Itu tahun sekitar tahun 2003. Itu pertama kali saya tahu. Untuk film atau sinetronnya pun tidak tahu. Jadi hanya karena poster itu. Sepintas itu saja. Tidak lebih.

 

Lalu sekitar tahun 2019, ada konten Baim yang sangat viral. Menyamar sebagai orang gila. Itu ide gila sih. Ops sorry, maksud saya Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Jangan sampai disomasi juga nanti saya. Kek si Deddy Corbuzier. Haha

 

Konten itu menarik perhatian saya. Lagi saya tidak temukan itu di televisi. Tapi di youtube --semakin yakin saya jika televisi itu hanya pengantar tidur. Atau paling tidak media nonton berita live. Karena menurut saya unik, saya subrekerlah channelnya; Baim Paula. Juga mengikuti akun IG-nya.

 

Jujur, konten-konten Baim yang menyamar jadi orang gila itu kuikuti. Semuanya. Adduh salah lagi, maksud saya ODGJ. Kalau tidak salah subreker Baim waktu itu masih 2 jutaan atau 4 jutaan. Karena terlalu keseringan nonton. Saya mulai bosan. Juga karena timbul hal lain di dalam diri saya. Menilai Baim terlalu konteinisme --konten yang dijual.

 

Ditambah lagi bagi-bagi duit yang dijadikan konten. Saya seperti muak. Karena apa? Bagi saya kebaikan itu bukan konten. Saya seperti mengajak diri berdebat. Sepakat untuk membantu atau menolong orang. Kemudian dilain pihak tidak sepakat itu dijadikan konten.

 

Perdebatan itu membebani saya. Lalu akhirnya saya tidak lagi men-subreker channel Baim Wong. Alasannya saya tidak ingin ambil pusing. Itu Baim dan ini saya. Kupikir begitu. Simpel.

 

Lagian saya percaya. Apapun yang dilakukan oleh tiap orang itu, pasti ada penilaian baik dan penilaian buruk. Bahkan hal baik pun bisa ada yang menilai buruk. Termasuk yang dilakukan Baim dan perasaan ketidakpuasaan atas penilaian saya pada Baim yang terlalu konteinisme.

 

Saya memilih menerima dan percaya keduanya. Dan tidak mengganggu keduanya --tidak menghujat atau menghina. Itu Baim dan ini saya. Kita hidup kan bukan untuk membahagiakan atau memuaskan semua orang. Soal tanggungjawab itu bukan perkara orang lain bukan tapi perkara diri kita sendiri.

 

Sekitar satu tahun saya tidak pernah menengok channel Baim. Sampai ketika kemarin. Ya kemarin 28 Desember. Istri saya mengatakan jika Baim ke Bantaeng. Saya bilang “saya sudah tahu”. Ya, saya tahu karena saya tidak unfollow Baim di IG. Hanya di channel youtube-nya yang un-subreker.

 

Baim terbang dari Jakarta ke Makassar. Lalu ke Bantaeng. Tujuannya untuk menemui seorang karyawan alfamart bernama Ika. Sebelumnya Ika viral karena menolak pembayaran penipuan atas nama Baim. Karena itu, Baim datang langsung ke Bantaeng untuk mengucapkan terima kasih kepada Ika.

 

Saya tontonlah video itu. Sorry maksud saya konten itu. Lalu saya berpikir begini ; apa yang dilakukan Baim itu demi konten? Atau demi mencegah penipuan?

 

Wah, ini menarik saya kembali ke Baim. Jujur, saya penasaran dengan alur pikiran Baim. Setelah mengetahui aksi Ika itu, Apakah Baim memikirkan konten duluan atau mencegah penipuan duluan?

 

Jika yang dipikirkan duluan adalah mencegah penipuan. Maka efeknya sangat luas. Karena akan mengedukasi orang untuk tidak mudah percaya pada undian-undian yang tidak jelas melalui handpone. Orang kenal atau tahu Baim atau tidak tetap akan berdampak. Sebab penipuan semacam itu, tidak hanya mengatasnamakan Baim tapi juga mungkin artis lain.

 

Bahkan penipuan seperti itu juga kadang melibatkan keluarga. Misal mengalami kecelakaan sehingga butuh biaya perawatan segera atau penangkapan oleh kepolisian sehingga butuh uang pelepasan atau jaminan dan lain sebagainya. Termasuk Bapak saya dulu pernah mengalaminya.

 

Tapi, jika konten yang dipikirkan duluan maka efeknya hanya pada Baim dan kepentingannya. Tentu saya sudah dapat memberikan penilaian. Tentu Anda juga dapat melakukan itu.

 

Mari kita percaya saja dengan Baim. Yang dipikirkan duluan adalah mengedukasi dan mencegah penipuan. Maka tentu kita harus berterima kasih kepadanya.

 

Dan bagi yang skeptis. Yang dipikirkan Baim duluan adalah konten. Maka tentu tidak salah jika memberi penilaian buruk.

 

Jika saya ditanya, apakah saya memilih percaya atau skeptis. Maka saya harus jujur mengatakan memilih kedua-duanya. Kenapa? Karena saya tahu Baim itu hanya manusia biasa. Artinya apa? Baim bisa berniat baik dan berniat buruk. Itulah bentuk kesempurnaan manusia --baik dan buruk. Mesti diterima keduanya.

 

Sedangkan kesempurnaan kehidupan manusia itu syaratnya wajib menerima kesempurnaan manusia; baik dan buruk. Dengan cara apa? Jika baik maka bersyukurlah dan terus melakukannya karena disitulah kebahagiaan sejati. Jika buruk berbenah dirilah dan memperbaikinya karena disitulah pelajaran berharga.

 

Tentang Baim, kemarin saya memang menerima sisi kesempurnaan kemanusiaannya. Tapi rupanya saya belum menerima sisi kehidupan yang dipilihnya. Kehidupan yang dipilih Baim dan saya tentu berbeda. Dan itu harus saya terima. Termasuk kembali mensubreker akun channel Baim Paula. PILIHAN KITA ADALAH TANGGUNGJAWAB KITA.

 

#akumencintaimu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Don’t Stop Komandan

Fahri Hamzah Bukti Demokrasi Telah Mati

Mau Enaknya, Tidak Mau Anaknya