Toraja Surganya Pluralisme (Bagian 1)



Tahun 2021 lalu, di sebuah group whatsapp. Jika tidak salah ingat, hari itu di bulan Juli. Salah satu dosen saya-- Ibu Dr. Nurhikmah H., M.Si. membagikan pengumuman. Saya lupa persis kalimatnya. Pada intinya, kampus Universitas Kristen Indonesia (UKI) Toraja sedang ada lowong untuk lima orang dosen.

 

Membaca pengumuman itu. Tidak pikir panjang-- langsung menghubungi Ibunda Nurhikmah. Syukur direspon dengan sangat baik. Dimintalah segala macam berkas kelengkapan administrasi. Juga dikirimkan nomor Dekan FKIP UKI Toraja, Ibu Anastasia Baan.

 

Dari situ, komunikasi berlanjut ke Ibu Anastasia. Ibunda Nurhikmah hanya menitip pesan. Singkat dan padat-- “jika diterima jaga nama baik kampus”. Saya tidak kaget atas pesan itu. Selama saya kuliah, baik ketika S1 maupun S2, rasa-rasanya Ibunda Nurhikmah kokoh dengan kalimatnya itu-- penelitian dan pengabdian.

 

Beberapa lama kemudian. Saya dihubungi Ibu Anastasia. Diminta untuk melengkapi berkas pendukung lainnya. Termasuk tes kesehatan baik fisik maupun mental. Serta segala macam perlengkapan lain seperti sertifikat. Setelah semua lengkap, lalu dikirim. Ibu Anastasia menyampaikan akan berkabar secepatnya.

 

Sepekan berlalu, belum ada kabar. Dua pekan, juga belum ada kabar. Masa penantian itu masa yang paling menegangkan. Dilain sisi, saya terus berkutat dengan resepsi pernikahan. Mulai lamaran sampai pada akad hingga pesta.

 

Waktu yang ditunggu datang juga. Ibu Anastasia memberi kabar baik. Saya memenuhi syarat dan diterima. Begitu juga dengan teman-teman yang lain. Ibu Anastasia terus membimbing. Dengan sabar meminta segala keperluan lain yang dinilai perlu. Dan terbitlah kontrak-- alhamdulillah.

 

Rasanya begitu menyenangkan. Saya sebenar-benarnya telah menjadi dosen. Cita-cita yang pernah tertunda beberapa waktu karena beberapa sebab. Sebelumnya, saya pernah mengajar. Tapi tidak independent-- hanya ikut membantu mengisi kelas seorang dosen di Kota Makassar-- itu jika Blio sedang sibuk.

 

Ekspektasi tentang Kampus UKI. Juga tentang Toraja terus terngiang. Tidak hanya tentang kebaikan-kebaikan yang meliputi Toraja selama ini-- tentang budaya, wisata, kopi dan lain-lain. Tapi juga berputar tentang hal sebaliknya. Tentang banyak tafsiran yang kini telah saya persepsikan sebaliknya.

 


Misal saya akan bersosialisasi dengan masyarakat yang sangat kental akan budaya. Kuat secara spiritual. Dan itu sangat berbanding terbalik dengan pangalaman atas diri saya-- bugis dan muslim-- budaya dan agama. Belum lagi soal makanan-- halal haram. Dan banyak pikiran lainnya. Itu seakan menekan saya-- pada awalnya.

 

Karena itu, saya menghubungi sejumlah teman. Berkonsultasi tentang budaya dan masyarakat Toraja. Dua tiga orang saya hubungi. Salah satunya Kaka Mail. Termasuk meminta bantuan untuk tempat tinggal sementara. Syukurnya, semua memberi dukungan. Bahkan menjelaskan tentang hal-hal lain tentang Toraja-- dulunya tidak pernah saya pikirkan.

 

Kata Kaka Mail-- juga beberapa teman-- Toraja bukan hanya tentang budaya. Juga tentang wisata. Toraja juga adalah surganya toleransi dan pluralisme. Bagi saya, ini hal yang sangat menarik. Informasi itu membuat saya penasaran. Sebab selama ini, saya juga agak konsen pada konsep toleransi dan plurasisme itu.

 

Diceritakanlah beberapa pengalaman Kaka Mail. Satu diantara cerita yang menarik soal sikap toleransi orang Toraja. Katanya, jika ada orang Toraja berteman sama orang muslim. Jika sedang duduk bersama. Atau sedang nongkrong. Dan selesai makan daging b2. Maka dipastikan akan disampaikan kepada teman muslimnya.

 

Kata Kaka Mail, itu dilakukan sebagai bentuk penghargaan. Juga untuk menghindari temannya yang muslim untuk tidak terlalu dekat. Sebab Dia tahu, muslim tidak makan daging b2. Dan dalam agama temannya, tidak dianjurkan untuk makan b2-- karena haram.

 

Kaka Mail juga melanjutkan. Jika di Toraja tidak pernah terjadi konflik agama. Dan ya, seingat saya memang tidak pernah. Untuk memvalidasi informasi itu. Saya buka google-- tidak menemukan informasi yang menolak pernyataan itu. Bahkan sebaliknya-- informasi Kaka Mail diperkuat-- artikel dan penelitian ilmiah. Keren.

 

Penelusuran itu belum membuat saya puas. Rasa-rasanya, saya ingin membuktikan langsung. Saya ingin menikmati keindahan rasa itu. Dan itu sudah pasti-- sisa menyiapkan diri dan mental. Sebab banyak waktu saya akan berinteraksi dengan Toraja dan orang-orangnya. Juga Toraja dan budayanya.

 

#akumencintaimu

Komentar

  1. Mgkn penulis bisa memberikan keterangan pada foto. Kedua apakah foto itu pribadi atau mengambil dari sumber lain..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baik, terima kasih..🙏🙏
      Ke depan akan diperbaiki..

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Don’t Stop Komandan

Fahri Hamzah Bukti Demokrasi Telah Mati

Mau Enaknya, Tidak Mau Anaknya