Surat Terbuka Kepada Kapolri

Selamat pagi waktu Makale Pak Kapolri, Jenderal Pol. Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si. Semoga Bapak sehat dan baik-baik saja. Gimana Pak Minggu ini? Olahraga lancar? Sarapan gimana Pak? Bubur ayam atau menu apa Pak? Kalau kami orang Makassar, coto paling mantap menu sarapan Pak. Mitosnya, kuahnya masih sangat kental diwaktu pagi.

 

Oh iya Pak, pagi ini di Kota Makale, Kabupaten Tana Toraja, cuacanya cerah Pak. Sangat baik untuk olahraga. Dan pagi tadi, saya habis jogging mengelilingi Patung Lakipadada. Ikon yang sangat megah di kota ini. Tadi keliling sebanyak 5 kali Pak. Alhamdulillah keringat cukup banyak. Segar rasanya Pak.

 

Oh iya Pak, melalui ini, saya ingin menuliskan surat terbuka (elektonik) atas keresahan saya Pak. Keresahan yang dalam tiga hari terakhir ini membuat saya sering berpikir dan berdiskusi kepada diri sendiri. Kadang-kadang cukup lama. Keringat saya tidak bercucuran karena itu Pak. Tapi capeknya, rasanya melebihi olahraga pagi ini.

 

Ada dua isu yang membuat saya demikian Pak. Pertama, yang menarik perhatian saya mengenai AKBP Brotoseno. Mantan narapidana korupsi. Ya, Bapak tidak salah baca; MANTAN NARAPIDANA KORUPSI. Anggota Bapak itu tidak dipecat dari institusi yang Bapak pimpin. Itu kenapa ya Pak? Kok tidak dipecat?

 

Si Brotoseno itu kan pernah korupsi Pak. Terbukti di meja hijau. Jika Bapak sudah lupa, saya ingatkan kembali. Tidak apa-apa kan Pak jika saya ingatkan? Saya harap Bapak maklum. Ini semata-mata karena saya mencintai institusi yang Bapak pimpin; POLRI.

 

Jadi begini Pak. Tahun 2017 lalu, si Brotoseno ini ditahan Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Dugaannya ketika itu karena memeras Dahlan Iskan-- tersangka kasus dugaan korupsi cetak sawah senilai Rp.3 milliar. Lalu, duggan kemudian terbukti Pak. Maka si Brotoseno itu divonis 5 tahun penjara juga denda Rp.300 juta.

 

Bapak sudah ingat kasus itu? Oke baiklah jika Bapak memang sudah lupa. Tidak apa-apa Pak. Namanya juga manusia biasa kan Pak-- kadang-kadang memang lupa itu adalah senjata ampuh untuk menutup kebenaran. Begitu kan Pak? Hehehe.

 

Atau bawahan Bapak tidak melapor utuh kasus itu. Hmm, jika ada yang seperti itu. baiknya pecat saja Pak. Tidak ada gunanya. Percaya sama saya. Itu hanya akan menghancurkan institusi Polri Pak. Dan Bapak sendiri, sebagai pimpinan, tentu akan menanggung jika ada hal seperti itu. Makanya, satu saja solusinya Pak-- pecat.

 

Oke lanjut Pak. Jika dua alasan di atas masih belum membuat Bapak yakin-- baiklah. Kita coba refleksi beberapa saat sebelum Bapak ditunjuk sebagai Kapolri. Bapak masih ingat visi misi saat ujian kelayakan dan kepatutan di Komisi 3 DPR RI di tanggal 20 Januari 2021 lalu? Tentu masih kan Pak?

 

Apa? Bapak sudah lupa juga? Oke tidak apa-apa Pak. Saya ingatkan lagi. Tapi tolong cek lagi ya Pak berkas-berkas yang pernah Bapak bawa ke Komisi 3 waktu itu. Jadi, ketika itu Bapak mengusung visi misi yang sangat luar biasa-- Konsep Kepolisian Masa Depan yang Presisi yakni Prediktif, Responsibilitas, dan Transpransi Berkeadilan.

 

Wow. Hebat kan Pak. Visi misi itu bahkan mendapat jempol dari anggota DPD RI Pak, Ibu Fahira Idris. Katanya, visi misi Bapak sesuai dengan kehendak rakyat. Tapi, Pak apa betul visi misi Bapak sehebat dan sekuat itu? Tolong Pak, kembali renungkan visi misi yang telah Bapak sampaikan itu.

 

Setidaknya dan seminimalnya renungan visi misi itu, Bapak arahkan kepada kasus si Brotoseno ini. Apa layak kira-kira Pak? Apa presisi kira-kira Pak? Jika si Brotoseno yang jelas-jelas sudah terbukti korupsi di pengadilan tapi kemudian tidak dipecat.

 

Sungguh Pak itu sama sekali tidak masuk logika yang sehat. Kecuali jika memang logika institusi Polri sedang kurang sehat Pak. Sehingga memberi kesempatan kedua kepada si Brotoseno. Atau jika itu tujuannya memang untuk humor Pak. Mungkin ya, itu boleh. Tapi apakah layak Pak, hukum dihumorkan seperti itu?

 

Oh iya Pak, saya juga ingin memberitahu. Kemarin Pak Kadiv Propam Polri, Irjen Pol. Ferdy Sambo-- bawahan Bapak, angkat bicara soal kasus si Brotoseno ini. Katanya, alasan tidak dipecatnya si Brotoseno meski terbukti korupsi karena dinilai berprestasi dan memiliki prilaku baik.

 

Jujur Pak, saya tertawa membaca berita itu. Ya, saya sepakat jika si Brotoseno berprestasi-- barangkali. Juga berkelakuan baik. Lah kan semua orang bahkan bukan hanya anggota Polri yang punya peluang demikian Pak-- berprestasi dan berkelakuan baik. Pun demikian dengan melakukan korupsi Pak dan hal lainnya.

 

Jika standar Polri hanya itu Pak. Maka tidak ada anggota Polri yang layak dipecat. Sebab pasti semua anggota Polri yang kini terpecat itu pernah berprestasi dan berkelakuan baik. Lagian itu standar apa sih Pak? Cara mengukurnya gimana? Sebab rasanya sulit mengukur berkelakuan baik itu jika tidak detail indikator ukurnya.

 

Atau jangan-jangan penilaian “berkelakuan baik” itu hanya mengikuti penilaian hakim-hakim yang memotong narapidana korupsi. Begitukah Pak? Atau begitulah yang Bapak sebut sebagai Konsep Kepolisian Masa Depan yang Presisi yakni Prediktif, Responsibilitas, dan Transpransi Berkeadilan. Iya Pak?

 

Kedua, anggota Polri alias anggota Bapak yang rangkap jabatan. Tolonglah Pak ini diseriusin. Data dari Ombudsman RI, ada 397 komisaris BUMN yang rangkap jabatan dan 13 orang diantaranya merupakan anggota Polri aktif. Data ini tahun memang dikeluarkan 2020 tapi ini sangat penting untuk dicek kembali Pak.

 

Yang terbaru soal rangkap jabatan ini, anggota Bapak, Pak Kepala Divisi Hukum Polri, Irjen Pol. Remigius Sigid Hardjanto-- lolos seleksi Anggota Komnas HAM. Meski belum diumumkan secara resmi. Tapi seharusnya yang bersangkutan harus mundur kan Pak.

 

Saya tahu Pak, jika institusi Bapak itu selama lima tahun terakhir menjadi institusi dengan pelanggar HAM terbanyak. Data itu disampaikan oleh Ketua Komnas HAM dihadapan Komisi 3 DPR RI tanggal 6 April 2021. Tapi tidak begini juga kan Pak merespon data itu-- “mengambil alih secara halus” institusi independent itu.

 

Bukan mengajari ya Pak. Mohon maaf, sekali lagi. Tidak bermaksud untuk mengajari Bapak. Tapi, berdasarkan acuan HAM internasional yakni Paris Agreement. Masuknya anggota Polri aktif ke Komnas HAM adalah sebuah pelanggaran. Sebab dikhawatirkan akan ada benturan kepentingan disitu Pak.

 

Tidak hanya itu, undang-undang nomor 2 tahun 2022 tentang Polri juga terancam dilabrak Pak. Tepatnya di pasal 28 ayat 3. Disitu dikatakan jika anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar dari kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.

 

Toh kalau mau tetap dilanjutkan niatan itu Pak. Maka harap sampaikan kepada anggota Bapak itu untuk menjadi kesatria-- mundur dari kepolisian. Saya kira itu lebih baik Pak. Sebab gimana mungkin rakyat mau patuh hukum sesuai harapan Polri jika Polri sendiri tidak dapat menegakkan hukum untuk dirinya sendiri. Seperti kata Pak Presiden Jokowi “Ruwet, ruwet”.

 

Saya kira ini saja surat terbuka saya Pak. Saya harap Pak Kapolri maklum. Sekali lagi saya tekankan, ini adalah bentuk cinta saya kepada Polri Pak. Tidak lebih daripada itu. Sekian. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

 

Tabe hormatku,

Sofyan Basri

 

#akumencintaimu

Komentar

  1. Saya mendukung penuh surat terbuka ini, semangat bersuara

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Don’t Stop Komandan

Fahri Hamzah Bukti Demokrasi Telah Mati

Mau Enaknya, Tidak Mau Anaknya