Wakil Itu Soal Moral

Andi Sudirman Sulaiman (ASS) hampir dipastikan naik tahta. Karena itu, sederet nama dari partai politik pengusung di Pilkada lalu mulai pasang kuda-kuda. Posisi wakil seperti menggiurkan. Bahkan sejumlah nama terlah mencuat di media. Dimana ada gula disitu ada semut. Haha.

 

Misal PKS mengajukan empat nama yakni Muh. Amri Arsyid, Muzayyin Arif, Sri Rahmi, dan Asriady Arsal. Diinternal PAN ada nama tenar seperti Ashabul Kahfi dan sederet nama lain seperti Usman Lonta, Irfan AB dan Andi Yusran Paris. Sementara PDIP dikabarkan memberi mandate tunggal kepada Andi Ansyari Mangkona.

 

Siapapun yang terpilih; bodo amat. Terpenting kerja yang benar --cukup. Toh saya tetap harus berkeringan karena kerja. Hanya saja, rasanya kita perlu saling mengingatkan. Kita tidak ingin ada noda lagi di daerah ini. Ya meski noda itu sudah pasti tetap ada sih; namanya juga hidup --hitam putih.

 

Kapasitas ASS dalam memimpin perusahaan saya kira tidak perlu diragukan lagi --top. Itu perusahaan. Dan memimpin birokrat di tingkat provinsi itu sangat lain dari perusahaan. Baiknya adalah publik Sulsel percaya kepada ASS. Dan paling tidak, pengalaman selama menjabat wakil sudah cukup.

 

Jika hanya cukup berarti ada harapan agar lebih baik. Opsinya daripada harapan itu adalah mempercepat proses pendefenitifan ASS lalu fokus menjaring wakil. Saya kira ini penting. Posisi wakil yang mumpuni tentu akan melengkapi kekurangan yang selama ini dilekatkan kepada ASS.

 

Walau pada dasarnya memilih wakil itu tidak sulit juga tidak mudah. Banyak hal yang tentu akan jadi pertimbangan. Salah satunya keharmonisan dan keseimbangan. Jangan seperti kepala daerah asal saya tinggal. Huft.

 

Kepala daerah dan wakilnya itu ibarat dua tangan. Wakil itu ya ibarat tangan kiri --sisa-sia kodong. Kok pakai kodong, iya memang kodong. Bukan berarti itu kodong maka hanya bisa dilakukan dengan kodong bukan. Sama halnya hal bahaya itu dilakukan dengan cara yang berbahaya.

 

Kodongnya seorang wakil itu adalah moral. “Eh Pak Gub, jangan korupsi” atau “Pak Gub, Kontraktor A itu sudah dapat, kasi yang lain lagi. Bagi-bagi rezeki Pak Gub” atau “Kalau kurang sehat ki Pak Gub, biar saya yang buka kegiatan ini”.

 

Lihatlah kodongnya wakil itu. Dan lihat juga bagaimana moralitinya --sabar ikhlas. Kau sanggup?

 

Dan Sulsel ini sangat luas. Penduduknya besar. Rasa-rasanya berat jika hanya memberikan beban itu kepada satu orang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Don’t Stop Komandan

Fahri Hamzah Bukti Demokrasi Telah Mati

Mau Enaknya, Tidak Mau Anaknya