Postingan

Deddy Corbuzier Si Paling Smart People

Gambar
  Konstitusional adalah satu kata pembelaan Staf Khusus Kementerian Pertahanan, Deddy Corbuzier, ketika menanggapi insiden di Hotel Fairmont Jakarta. Pada peristiwa itu, KontraS dan sejumlah orang yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan hendak menyampaikan aspirasi terkait RUU TNI. Rapat tertutup itu mengundang kecurigaan mengenai RUU TNI yang kontroversial sedang dibahas oleh Komisi I DPR RI dan TNI sebab tidak dilakukan di Gedung DPR RI. Dalam video yang beredar, tampak sejumlah orang hendak memaksakan diri masuk pada sebuah ruangan yang diduga sebagai lokasi rapat Komisi I DPR RI dan TNI. Teriakan pun menggema, yang pada intinya menolak RUU TNI yang diduga kuat akan melegalkan TNI dapat mengisi ruang publik yang harusnya diisi oleh masyarakat sipil. Poster bertuliskan sejumlah tuntutan aksi pun terlihat dipegang oleh sejumlah orang yang tergabung dalam koalisi. Saling dorong pun tidak terhindarkan. Sejumlah wartawan pun tampak mengambil gambar ber...

Menghidupkan Kembali Tallo

Gambar
  Sebulan lalu; mungkin lebih, saya dihubungi teman --Ferdy. Seorang kawan yang bersahaja dan kawan berdebat yang elegan. Pertemuan saya dengan Ferdy murni karena kebetulan sekitar tahun 2016. Sebenarnya, saya kadang tidak sepakat dengan kata “kebetulan”. Tapi, dalam konteks tertentu kata itu dapat mewakili sebuah peristiwa yang sangat sulit dijelaskan. Ketika itu, komunitas yang baru dibentuk Ferdy; Ruang Abstrak Literasi, butuh donasi buku. Nantinya, akan disalurkan ke anak-anak pesisir di Tallo. Saya kemudian terlibat menyalurkan beberapa buku. Termasuk yang saya dapat berbagai teman lintas komunitas. Dan itu terus berlanjut hingga covid datang; program lalu jadi tidak teratur. Juga beberapa kawan yang terlibat tidak aktif. Ferdy mengaku sedang mengajukan proposal kegiatan di Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX. Saya tentu menyambut baik itu. Apalagi, rencana lokasi dan tema yang diangkat sangat representatif; sejarah Tallo. Sebuah tema yang seringkali saya diskusikan d...

W Super Club

Gambar
  Pukul 22.00, harusnya sudah jadi waktu yang baik untuk istirahat. Apalagi, jika seharian sibuk bekerja dan berpikir. Jika mengacu pada sains; tidur 7 jam sangat baik, itu artinya bisa bangun jam 5 subuh. Tepat waktu sholat subuh. Itu sangat ideal. Tapi, kadang-kadang sesuatu yang ideal itu lebih teoritis. Sulit rasanya untuk terwujud dalam fakta perbuatan. Seperti malam tadi. Sejak kemarin sore, sudah beredar informasi pembukaan sebuah club malam; tempat happy-nya orang-orang berduit. Namanya W Super Club; begitu informasi itu terkirim digroup-group WA. Saya tidak gubris pada awalnya. Kupikir, diskusi-diskusi kecil diberbagai group WA itu masih wajar. Tentu karena pro dan kontra itu dinamika biasa. Lalu, hari ini saya membaca sebuah surat resmi yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah. Pada intinya, dalam surat itu, Muhammadiyah menolak kehadiran tempat clubbing itu. Saya kemudian mencermati betul soal ini. Beberapa data dan fakta saya kombinasikan. Saya tidak ingin gegabah. Terl...

Silau Bahaya Dentuman Korea

Gambar
  Saya lupa waktunya. Tapi, saya tidak akan pernah saya lupa topiknya. Seorang mahasiswa mengajukan sebuah proposal. Diajukan untuk mendapat pendanaan. Saya juga lupa; apakah mahasiswa itu berhasil atau tidak mendapatkan pendanaan. Judul proposal itu menarik. Kurang lebih begini; Belajar Budaya Tabe dalam Drama Korea. Sejujurnya, saya tertegun. Lebih tepatnya kaget. Saya lalu mencari beberapa referensi tentang drama korea. Termasuk menonton salah satu diantaranya; tidak menghabiskan episodenya-- tidak sanggup. Saya beralih ke film. Beberapa saya nonton. Miracle in Cell No 7, Memories of Murder hingga Parasite. Dan, ya secara faktual, budaya tabe dalam drama korea maupun dalam filmnya cukup kental. Seperti membungkuk ketika bertemu orang baru atau kepada orang yang lebih tua. Ini sebagai bentuk penghargaan, menghormati, dan tafsiran lain yang sejenis. Sekilas, sikap itu mirip dengan budaya tabe pada suku Bugis Makassar. Tidak salah. Tapi soalnya kemudian, kenapa proposal it...

Menguji Sekolah

Gambar
  Siapa yang masih bingung setelah lulus sekolah; kemana? Jadi apa? Kerja apa? Jika ada diantara atau disekitar kita mengalami itu. Maka kemungkinan terjadi pada tiga hal; pertama sekolah gagal; kedua Anda yang gagal; ketiga semuanya gagal. Jika ingin jujur, itu adalah kegagalan yang sangat memprihatinkan. Ketika memutuskan untuk meninggalkan kampung halaman. Lalu, berjuang sendirian di Kota Makassar tahun 2008, banyak ekspektasi yang saya bawa. Dan, itu bukan hanya dari dalam diri saya tapi juga ekspektasi dari keluarga hingga tetangga. Ketika ekspektasi itu gagal, maka sudah pasti ada konsekuensinya. Terutama secara mental. Banyak orang dapat membuktikan itu. Saya pernah gagal. Itu membuat saya tertekan. Tapi saya tidak menyerah. Saya bangkit lalu bertanya kepada apapun dan siapapun. Termasuk kepada diri saya sendiri. Apakah ketika selesai sekolah wajib berhasil menjadi karyawan atau pegawai negeri dan menghasilkan uang? Apakah itu tujuan dari sekolah? Jika begitu sederhana...

Merefleksi Kembali Tujuan Pendidikan

Gambar
  Saya ingat betul ketika saya memilih penelitian kualitatif untuk tesis; banyak tantangan. Salah satunya, datang dari dosen sendiri. Penelitian kualitatif dipandang tidak kuat secara riset untuk tema tentang prodi yang saya ambil. Itu tidak soal; kupikir. Sebab, itu perspektif yang barangkali punya landasan berpikir sendiri. Tapi, sejak itu pula, pikiran saya selalu bertanya. Apakah jenis penelitian yang agak asing atau kurang diminati dalam sebuah komunitas dapat dijadikan dasar bahwa hasil riset itu tidak kuat? Pertanyaan ini terus mengganggu saya. Tapi kemudian, beberapa literatur menyadarkan saya, bahwa hal yang semacam itu sangatlah kompleks. Sebuah wawancara yang publikasikan oleh endgame; kanal youtube milik Gita Wirjawan, pada akhirnya menjawab pertanyaan itu. Yanuar Nugroho salah satu narasumbernya; seorang aktivis dan akademis yang disegani. Seorang birokrat sejati. Pernah menjabat Deputi II Kepala Staf Kepresidenan. Lalu kini Koordinator Tim Ahli di Sekretariat Na...

Fahri Hamzah Bukti Demokrasi Telah Mati

Gambar
  Saya tidak tahan lagi; bangsat. Mohon maaf, pikiran saya sudah sangat kacau. Akibatnya, kata itu tidak bisa lagi saya bendung. Kata itu, pada dasarnya menolak untuk dikatakan. Tapi, harus dan terpaksa dikatakan. Saya teringat belasan tahun silam. Ketika, masih aktif di kampus dulu. Salah seorang senior, sering mengeluarkan kalimat satir. “Tidak perlu kau mati bunuh diri dengan meminum racun Bung tapi cukup kau tutup pintu kamar kost-mu lalu merenungkan bagaimana kau memperbaiki negara ini,” katanya. Kini kalimat itu, layak jadi pertimbangan --barangkali. Hihi. Hari-hari ini, dan hari-hari sebelumnya --dalam kurung 1 dekade ini. Kita rasanya tidak pernah bisa mendapati seorang negarawan sejati itu; sulit betul, yang cita-citanya membawa bangsa ini seperti burung garuda --terbang ke angkasa raya dengan menggenggam kejujurn dan keadilan untuk kesejahteraan rakyat. Dulu, pernah saya mengharapkan itu kepada seorang Fahri Hamzah. Saya terpikat betul kepadanya. Tiap ada wacana p...